Ekspresi

Deviannistia Suyonoputri
Chapter #28

Berjalan Masing-Masing

Faisal terkejut saat Tari berada di televisi, dia tidak tahu sama sekali kalau anak didiknya itu melakukan audisi di sebuah ajang pencarian bakat. Menontonnya dengan perasaan terkejut, tiba-tiba suara pintu terbuka terdengar kencang. Faisal sontak mengalihkan pandangannya, dia terkejut saat melihat siapa yang datang. Dua orang preman dengan wajah bengis dan pakaian sedikit berantakan membuat Faisal mundur beberapa langkah.

"Anda yang bernama Faisal?" Ucap preman itu sambil melangkah dan menjatuhkan satu per satu barang yang ada di sekitar mereka.

"Iya Anda siapa?" Tanya Faisal sedikit gemetar, melihat tampang dua orang di depannya ini membuatnya takut. Apa yang dia lakukan hingga mereka mengacak-ngacak tempatnya seperti ini? "Mau apa kalian?"

"Gue cuma mau menyampaikan pesan dari Pak Yatno, dia bilang supaya lo lebih berhati-hati. Dia marah saat tahu Tari masuk audisi pencarian bakat. Dan dia ingin lo menutup tempat les sialan lo ini." Ujarnya keras.

Faisal terdiam mendengarnya, ayah Tari? Berarti dia juga tidak tahu kalau Tari mengikuti audisi ini. Dia sungguh nekat. Ayahnya sudah pasti mengamuk. Tapi datang ke sini dan mengacak-ngacak tempat latihan adalah melewati batas. Mengumpulkan semua kekuatannya, Faisal berusaha berdiri. Tubuhnya sedikit gemetar karena ketakutan, "Bilang pada Pak Yatno kalau saya tidak akan menutup tempat latihan ini. Saya akan terus mengajarkan seni pada Tari." Tuturnya dengan mata tajam tanpa rasa takut. Paling tidak Faisal berusaha terlihat seperti itu, walau dirinya menahan gemetar hebat. Tapi dia harus bisa membela dirinya sendiri.

Dua orang itu menyeringai mendengarnya, "Dasar keras kepala." Ujarnya salah seorang dari mereka. Menatap Faisal tajam, kedua orang itu kemudian berbalik, sambil melangkah mereka yang melihat gitar bersandar menendangnya hingga hancur.

Faisal hanya diam menahan nafasnya, dia kesal dan marah. Tapi dia tidak akan memprovokasi mereka dan membuat semuanya jadi pajang. Dia harus bicara pada Tari.

***

Setelah mencoba menghubungi Tari, akhirnya Faisal berhasil mengajaknya bicara. Melihat gitar yang hancur, Tari mengerutkan dahinya.

"Silahkan duduk." Tutur Faisal.

Tari yang merasa bersalah hanya diam tanpa berani menatap mata Faisal.

"Saya baru saja melihatmu tampil di tv, dan jujur, itu membuat saya terkejut." Ucap Faisal tegas, "Saya sudah membantumu sebisa saya. Saya menerimamu kembali dengan tangan terbuka. Tapi kenapa kamu malah membuat saya jadi seperti orang bodoh."

Tari hanya diam, bingung dan takut dengan apa yang telah ia perbuat.

"Kenapa kamu tidak bicara sama saya kalau kamu ingin ikut audisi?" Tutur Faisal mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang diinginkan oleh anak didiknya ini, "Saya tidak akan melarang kamu. Tapi perlakuan kamu kepada saya sangatlah tidak adil. Ayahmu." Ujarnya Faisal sambil menunjukkan gitar yang rusak, "Mengacak-ngacak ruangan saya tadi pagi."

Mata Tari terbuka lebar membulat, dia tidak menyangka ayahnya akan melakukan hal seperti ini. "Jadi ayah saya yang melakukannya."

Faisal mengangguk, "Saya juga ingin kamu mengurus masalah dengan ayahmu hingga tuntas. Beri pengertian kepada dia."

"Saya... saya sudah melakukan perjanjian dengan ayah. Kalau saya tidak masuk Universitas ternama, maka saya harus meninggalkan dunia tarik suara."

"Lalu?" Tanya Faisal penasaran.

Tari hanya diam tanpa menjawab.

"Kamu takut tidak bisa masuk?"

Mendengarnya Tari langsung mengangkat kepalanya menatap Faisal, bagaimana gurunya ini bisa tahu, "Iya." Ujarnya pelan. "Kalau saya sampai tidak masuk, ini adalah jalan saya untuk bisa tetap bernyanyi."

Faisal terdiam sejenak, dia tersentuh melihat kegigihan Tari. Dia sangat ini menjadi penyanyi, tapi sayang sekali keluarganya tidak mendukung

"Ok, saya akan bantu kamu. Tapi kamu harus janji sama saya." Ucapan Faisal serius sekarang.

"Apa?" Tanya Tari.

"Kamu bicarakan soal audisi kamu baik-baik dengan ayahmu. Saya tidak mau lagi anak buahnya datang dan mengancam saya. Kalau kamu ingin saya temani, saya akan dengan senang hati melakukannya."

Tari hanya diam.

"Dan saya harap kamu bisa tetap bergabung. Karena kita akan ikut kompetisi lagi tahun depan. Saya butuh bantuanmu di sini."

Tari mengangguk, "Saya akan bicara sama ayah, dan untuk audisi. Tolong beri saya waktu untuk berpikir." Tuturnya dengan suara rendah.

"Ok, tolong kamu pikirkan baik-baik. Saya tahu kompetisi seperti itu akan sangat menguras waktu dan tenagamu. Saya hanya ingin kamu mengambil keputusan yang tepat dan tidak menyesal di kemudian hari."

Setelah membicarakan semuanya Faisal akhirnya bisa bernafas lega, semoga semuanya bisa terselesaikan dengan baik.

***

Aldi datang ke Sekolah dengan wajah datar, dengan membawa tas ransel biru dia berjalan memasuki ruang kelas. Di sana Anggun meliriknya tajam, namun Aldi mengacuhkan tatapan tersebut. Dia dengan cuek duduk dan merapikan alat sekolahnya. Mereka berdua masih tidak bicara satu sama lain, Anggun yang melihatnya kembali mengacuhkan Aldi. Dia meneruskan perbincangannya dengan Lala.

Di jam istirahat, Anggun yang baru keluar dari kamar mandi tanpa sengaja menabrak bahu Aldi. Dia terbelalak mengerjapkan matanya beberapa kali. Begitupun juga dengan Aldi yang terlihat terkejut namun tetap tenang. Mereka lalu menatap satu sama lain selama beberapa saat sampai akhirnya, keduanya melangkah kembali masing-masing.

Aldi sambil berjalan melantunkan lagu (My Heart- Acha Septriasa & Irwansyah) semua kenangan dan masa indah mereka mulai bermunculan satu per satu. Di tempat lain, tepatnya di sebelah pintu kelas, Anggun berdiri menopang dinding. Bait kedua pada bagian wanita dia lanjutkan bernyanyi. Walau tidak berada di tempat yang sama, tapi hati mereka tetap bersuara satu. Saat melangkah memasuki kelas, Aldi yang melihat Anggun tidak memperdulikannya sama sekali. Bagian Reff, mereka bernyanyi bersama.

***

Desi hari ini sedang berbelanja di sebuah mall ternama bersama ibunya. Desi memang memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang bagus. Namun gayanya yang sedikit tomboy membuat para lelaki sedikit menjauh darinya. Menunggu ibunya memilih pakaian, Desi dengan wajah setengah kesal karena sudah hampir tiga jam dia berkeliling Mall tapi ibunya belum puas juga belanja. Kakinya sudah pegal.

Menunggu duduk sendirian, tiba-tiba seseorang menghampirinya.

Lihat selengkapnya