“Kana!”
Upsssy, aku ketahuan lagi oleh Papa.
Dengan segera aku berbalik, mengandalkan sikap sok manisku yang sebenarnya membuatku mual ketika menyadari hal itu. Tapi mau bagaimana lagi coba?
“I-iya Pa?” ucapku memasang wajah berpura-pura lugu.
“Kamu ngapain di kamar Papa?”Papa terliht memicingkan matanya tajam. Tentu saja kubalas dengan tatapan tajam serupa, seperti biasa. Lalu kuputar bola mata malas. “Aduh Pa. Kana cuma mau panggil Papa kok buat sarapan bersama. Kita udah jarang banget lho Pa bisa punya waktu berduaan kayak gini. Papa kan biasanya berangkat pagi banget sebelum Kana bangun.”
Anehnya, aku yang hendak mengucapkan kalimat terakhir itu dengan tujuan untuk menyindir Papa, justru terdengar sendu. Air mataku bahkan sudah berkumpul di ujung mata sipitku. Membuatku dengan cepat membalikkan badan. Tak ingin Papa tahu jika aku menangis.
“Ya, tunggu saja di bawah. Habis ini Papa susul kamu di meja makan,” sahut Papa tanpa banyak berbasa-basi.
“Iya,” aku mengangguk tegas. Lalu hendak berlalu dari hadapan Papa dengan berjalan menunduk. Sampai sebuah panggilan Papa terpaksa menghentikan langkahku yang sudah mencapai batas pintu kamar. Aku hanya menoleh tanpa berniat sedikitpun untuk kembali menghampiri Papa yang ternyata sudah merubah posisinya-berdiri kaku dengan melipat tangannya di depan dada.
“Kana…,”
Papa masih setia melayangkan tatapan tajamnya padaku. Aku lantas tersenyum setengah mengejek. Sudah tahu apa yang akan Papa katakan selanjutnya.
“Iya, Kana janji nggak akan ngulangin lagi kejadian seperti ini. Besok-besok Kana suruh Mbak Yuk saja yang manggil Papa buat turun. Kana duluan ya Pa,” ujarku berkata sarkas.
Diujung anak tangga, Aku kembali menoleh pada kusen pintu kayu yang masih terbuka lebar. Sempat kuhembuskan napas panjang dengan raut wajah kecewa. Namun setelahnya dengan cepat mengubah raut wajah itu menjadi datar seperti sedia kala. Aku tak ingin menjadi Kana yang lemah seperti dulu. Sudah kuputuskan untuk berubah mulai hari ini.
“Pagi Mbak Yuk,” sapaku ramah, kala mendapati pengasuh sejak kecilku sedang sibuk menghidangkan beberapa piring saji di atas meja makan panjang.
“Eh, selamat pagi juga Non Kana. Sudah siap buat sarapan ya?”
“Iya.”