Sudah sepuluh menit sejak bel istirahat kedua berbunyi. Parahnya lagi aku masih saja menurut pada perintah Miss Nadira untuk tetap berdiri di depan kelas tanpa melakukan apapun.
“Kana,” tubuhku terlonjak kaget mendengar suara nyaring itu berada di sekitarku. Terlebih nada suaranya terdengar sangat serius.
“Iya Miss?” tanyaku dengan tubuh berbalik kea rah Miss Nadira.
“Hukumanmu sudah selesai. Tapi Miss mau minta tolong lagi dengamu, bisa kan? Miss minta kamu mengambil buku cadangan absen kelas 11 A di atas meja Miss Bianca di ruang guru.”
“Sekarang Miss?”
“Iya, nanti kamu antar saja ke kelas 10 C ya. Miss ada jadwal mengajar disana setelah istirahat,” aku mengangguk paham akan arti ucapan Miss Nadira.
Itu sih persoalan kecil.
“Siap Miss, kalau begitu Kana permisi dulu ya Miss. Mau pergi ke ruang guru,” pamitku kembali dengan sopan.
Baru saja beberapa langkah meninggalkan koridor kelas 11 A, suara teriakan Miss Nadira kembali terdengar. Membuatku meringis malu, karena saat ini juustru menjadi bahan tertawaan.
“Jangan lupa bawanya ke kelas 10 C ya Kana, jangan sampai salah masuk kelas!”
Duh, Miss Nadira bikin aku tambah malu nih!
***
Tok..tok…tok….
“Permisi,” kuketuk pintu kaca di ruang guru yang sudah sedikit terbuka. Tapi tetap tidak berani mengintip ke dalam. Setidaknya begitu kata Mama dulu sewaktu aku kecil.
“Ya?”
Dari arah dalam, seorang bapak paruh baya berbadan tegap dan bugar menyambut kedatanganku. Dia adalah guru olahraga, Mister Han. Kulitnya hitam bringas, dengan gigi seputih salju. Membuatku sedikit kikuk setiap ketemu dengannya.
“Em, begini Mister. Saya Kanasya, anak kelas 11A. Saya kesini karena mendapat perintah dari Miss Nadira untuk mengambil cadangan buku absen di meja Miss Nadira. Apa boleh saya masuk ke dalam untuk mengambilnya?” tuturku tegas tanpa bertele-tele.
“Miss Nadira ya?”
“Iya.”
“Ya sudah silahkan masuk. Meja Miss Nadira di ujung kanan barisan ketiga dari pojok. Dekat dengan meja Mister Burhan. Kamu jalan saja, sambil lihat papan nama di pojok kiri mejanya. Disana pasti tertera nama guru yang kamu maksud itu.”
“Baik Mister. Terima kasih.”
Mister Han tersenyum sebentar, lalu dengan langkah lebarnya ia berjalan melaluiku yang masih terperangah tak percaya bisa bertemu dengannya lagi. Bukan apa, pasalnya Mister Han, guru extrakulikuler taichi dan silat itu pernah diisukan kembali ke negara asalnya, Nigeria karena sebuah kasus. Namun nyatanya, sekarang ia justru menemuiku disini. Sepertinya aku harus bertanya pada Nelo soal ini.