“Lo kenapa Kan?” pertanyaan sederhana itu berasal dari Kayla yang langsung menyusulku di UKS.
Kini kami berlima ; Rafael, Tio, Kayla, April, serta aku tengah berbincang di UKS. Setelah mendapat sedikit perawatan dari pengurus UKS, kami lalu meminta waktu sejenak untuk saling berbincang. Lebih tepatnya Kayla yang menyarankan untuk tidak langsung pergi ke kelas. Aku tahu dengan pasti, niat Kayla adalah untuk menghiburku.
Kuhembuskan napas berat, mataku menerawang jauh ke langit-langit ruang UKS. “Kenapa bisa seasing ini ya Kay rasanya. Padahal dulu kita rasanya sedeket kulit dan nadi lho,” di akhir aku justru menertawakan diriku sendiri yang dengan bodohnya masih berharap dengannya.
“Lagi-lagi tentang Nelo. Lo nggak capek apa Kan? Lo berharap sama dia hampir setiap hari. Gue bahkan ngerasa lo mirip cewek murahan tau nggak? Lo ngemis cinta ke dia, yang padahal bisa aja lo dapetin cowok lebih dari Nelo!” Aku mendengus kasar. Merasa tak setuju dengan apa yang April ucapkan.
Memang begini April. Dia adalah satu-satunya teman dekatku selain Lara yang paling keras menyuruhku untuk move on dari Nelo. Katanya Nelo tidak pantas denganku.
“Kenapa sih Pril? Biarin aja lagi Kana juga masih suka sama Nelo,” bela Kayla sambil mengelus punggungku. Aku tersenyum kepadanya. Lantas beralih memegang tangan April dengan lembut.
“Pril, boleh nggak? Lo biarin kali ini aja gue deket sama Nelo. Gue masih ngerasa masih bersalah aja sama dia. Kita putus juga gara-gara gue. Nelo nggak salah apa-apa Pril,” ucapku sendu memohon.
Kini ganti April yang menghembuskan napas berat. Ia memutar bola mata jengah. Berharap sikapku yang lemah seperti ini tidak lagi muncul. “Tapi Kan, lo tau konsekuensi kedepannya akan gimana? Kalau lo tetep aja maksain, bukan nggak mungkin lo bakalan patah lagi kayak dulu. Gue rasa Kayla, Rafael, Tio, bahkan Lara sekalipun sayang sama lo Kan. Kita-”
“Gue tahu. Makasih ya kalian udah khawatirin gue sampai segitunya. Tapi yakin deh sama gue, Nelo nggak akan pernah nyakitin gue. Dia itu cowok baik. Ya?” Keempat temanku mengangguk.
Meskipun aku tahu April terpaksa mengiyakan permohonanku ini.
“Ya udah masuk kelas aja yuk, Gue nggak pengen kena hukuman lagi nih,” ujarku sembari tersenyum lebar.