Ekuilibrium

BOne
Chapter #6

Alunan 5

Tak terhitung sudah berapa kali aku melamun hari ini. Ucapan beliau yang mengenalkan dirinya sebagai Deni itu membuatku berpikir keras. Apa yang dikatakannya memang benar. Jika aku mendapatkan tekanan emosi, ada baiknya aku puasa pikiran agar tubuhku tidak terkena dampak dari tekanan emosi tersebut.

Setelah kedatangan Nero, Pak Deni pamit pulang pada kami. Ia bahkan meninggalkan beberapa permen susu karamel di atas kursi yang ia duduki tadi. Nero mengambilnya, lalu memberikannya padaku. Aku tersenyum lemah sambil menatap permen itu. Tanganku lantas membuka bungkus dari permen itu, kemudian memakannya. Perlahan rasa manis itu memenuhi mulutku. Seperti permen yang terbungkus oleh kertas, aku merasa melihat cerminan diriku dalam permen susu karamel ini. Manis yang tersembunyi dari cangkang yang membalutnya.

Aku menatap laki-laki bermata cokelat terang itu. Ia menemaniku tanpa bicara apa pun. Aku tak tahan berada di dalam situasi yang hening jika bersama dengan seseorang. Rasanya begitu canggung. Untuk memecah kecanggungan ini, aku segera saja bercerita apa yang kurasakan sesaat sebelum aku pingsan, suara denging yang membuatku takut dan berhasil membawaku menjadi pasien rumah sakit ini.

Dahi Nero tampak sedikit berkerut. Tersirat dalam tatapannya bahwa ia mengkhawatirkanku. Ia lantas menanyaiku apa sekarang aku baik-baik saja yang segera kujawab dengan anggukan. 

"Terima kasih, Nero. Berkatmu aku merasa lebih baik sekarang."

"Sudah menjadi tugasku, Lun," jawabnya sambil tersenyum.


***


Sudah dua minggu lamanya aku dan Nero bertukar pesan. Awalnya itu bermula untuk membantuku untuk mencegah pingsan seperti kala itu. Namun, pembahasan kami berlanjut hingga hal-hal seperti: membahas projek PKM, membicarakan UKM di kampus kami, membahas film yang sudah kami tonton, lalu saling merekomendasikan musik dan juga film-film, bahkan sampai membicarakan tentang makanan yang tengah digemari oleh masyarakat.

Lihat selengkapnya