Di saat jeda kelas yang cukup lama, aku dan teman-temanku pergi ke jalanan yang penuh jajanan di area gerbang bawah kampus. Aku tertawa menanggapi celotehan temanku meskipun sesungguhnya aku tidak mau tertawa. Tubuhku berada bersama mereka, tapi jiwaku berada jauh di tempat lain.
Kulihat jajanan-jajanan yang dapat menggugah seleraku. Namun, netraku mendapati Aluna tengah terburu-buru masuk ke dalam kampus dengan pakaian latihannya. Sekilas aku melihat raut wajahnya yang kesal dan juga kecewa. Aku lantas melirik ke arah Shirei yang berjalan di sampingku. Tampaknya aku tahu apa yang membuat Aluna seperti itu.
Tanpa pamit aku segera mengejar Aluna untuk meluruskan kesalahpahaman yang sudah pasti berkecamuk dalam pikirannya. Begitu aku masuk ke area kampus, aku sama sekali tak melihat Aluna. Aku berlari ke gedung fakultas seni. Aku juga mencarinya hingga ke ruang kelas, dan ke tempat mana pun yang sekiranya didatangi olehnya, tapi keberadaannya sulit kudapati.
Aku buru-buru mengecek ponselku dan berusaha untuk menghubunginya. Tak diangkat. Aku langsung melacak ponsel dengan email yang terhubung pada perangkatku. Tak membutuhkan waktu lama, aku berhasil mendapatkan lokasi Aluna. Untung saja ia pernah login akun emailnya di ponselku, sehingga tak sulit untukku mencari Aluna.
Aku sangat memahaminya. Ia akan terjebak dalam benang pikiran yang kusut. Ia akan keluar dengan cara yang paling cepat meskipun sangat berisiko. Kondisinya saat ini tidak berada dalam keadaan yang baik. Beberapa waktu lalu Aluna berani melukai dirinya sendiri, sehingga hal itu menjadi pemicu bagiku untuk memintanya segera berhenti dari dunia yang akan membuatnya semakin sakit. Sepertinya Aluna menafsirkan kata-kataku tak sesuai dengan apa yang sesungguhnya aku inginkan.
Dengan terburu-buru aku menyusul Aluna sembari melihat lokasi ponselnya saat ini. Ketakutan mulai menyelimutiku setelah menerka apa yang akan ia lakukan. Aku berdoa dengan sungguh-sungguh supaya gadis yang amat kucintai itu tak melakukan hal-hal aneh yang dapat membahayakannya. Aku begitu khawatir, sampai-sampai air mata ini perlahan muncul dan menggenang. Rasa bersalah dan beban yang ada di pundakku semakin berat. Aku melakukan kesalahan yang bisa saja membahayakan Aluna.
Aku mengendarai motorku dengan cepat. Aku ingin sesegera mungkin menemukan Aluna. Namun, sampai dua jam lebih aku berkendara akhirnya aku melihat titik koordinat berhenti di dekat pantai. Aku sudah memikirkan skenario terburuk yang dilakukan Aluna dalam kondisinya yang sangat tidak stabil. Tenggelam dalam pikiran itu membuatku tak sadar bahwa aku melewati jalanan yang licin akibat tanah yang berceceran di jalanan aspal, sehingga motorku tergelincir. Aku terpental cukup jauh menabrak pohon besar yang ada di pinggir jalan. Aku segera berdiri dan kembali mengendarai motorku. Para insan yang melihat kejadian itu awalnya ingin menolong dan meminta padaku untuk tak mengendarai lagi, tapi aku tak punya waktu. Ada nyawa yang terancam jika aku berdiam lebih lama.