Ekuilibrium

BOne
Chapter #11

Lensa dalam Air 2

Setelah kejadian hari itu Aluna tak mau menemuiku lagi. Aku sangat mengerti perasaannya, yang dibutuhkannya saat ini adalah kesendirian. Aku tak bisa membiarkan Aluna sendirian dalam kondisinya yang tak stabil, terlebih ketika dirinya telah melakukan percobaan bunuh diri yang kuasumsikan sendiri setelah melihat penampilannya yang tidak karuan. Aku terus memantaunya, dari pagi tiba ketika dirinya keluar dari rumah, hingga ia pulang di sore hari. Aku meminta bantuan pada temanku yang juga merupakan kakak tingkat Aluna untuk sesekali mengawasinya selama aku berada di kelas. Jika tidak, aku merasa akan menyesalinya di suatu hari nanti.

Ketika kami pulang dari pantai yang jaraknya kurang lebih dua jam dari kota tempat kami tinggal, aku dan Aluna berbicara mengenai hubungan kami. Ia mengatakan dengan jujur bahwa ia tidak mau berpisah dengan dunia tari maupun diriku. Ia begitu mencintai dan menyayangiku, tapi kecintaannya terhadap dunia tari tak akan pernah sebanding denganku. Aku memang egois dan hanya memikirkan diriku sendiri tanpa memastikan perasaan Aluna yang mudah sekali rapuh. Bukan tanpa alasan aku memintanya untuk memilih, aku ingin dirinya keluar dari dunia yang menyakitinya. Kulihat ia tidak mendapatkan kebahagiaan yang ia idamkan dari menari, tapi bersama denganku ia selalu tertawa, aku melihat kebahagiaan yang terpendam dalam dirinya selama ini. 

Sebenarnya cukup sederhana, tetap bersamaku atau tidak. Meskipun terdengar seperti ancaman, tapi hal ini penting bagiku. Jika kami melanjutkan hubungan kami hingga ke jenjang pernikahan, aku tak mau melihat istriku menjadi tontonan para laki-laki dengan hati yang busuk. Aku sangat tahu niat orang-orang yang mencari keuntungan belaka dari hal-hal seperti itu. Aku hanya mencoba untuk mencegah hal-hal buruk terjadi padanya. Aluna sungguh perempuan polos yang tidak mengetahui pemikiran laki-laki di luaran sana.

Kegiatanku usai berpisah dengan mantan kekasihku terasa sangat hambar. Iris memberitahuku bahwa aku seringkali diam dengan tatapan yang kosong, entah memikirkannya atau bagaimana keadaannya yang terbesit dalam benakku. Aku tidak mengerti kenapa aku seperti ini. Aku sering terlambat masuk kelas pada pagi hari karena semalaman aku terus saja memikirkan perempuan itu. Bahkan perkataan temanku kalau aku itu rajin dan gembira berubah menjadi orang yang pendiam. Perubahan yang signifikan.

Lihat selengkapnya