Ekuilibrium

BOne
Chapter #12

Lensa dalam Air 3

Aku disadarkan oleh satu hal. Setelah aku diantar pulang oleh Nero, aku berpikir bahwa niatku untuk mengakhiri hidupku dengan mudahnya dihentikan karena aku belum meninggalkan sesuatu untuk orang-orang terdekatku. Rasa kecewa yang semakin meluap langsung saja melahapku hingga tak bisa berpikir jernih. Bagaimana mungkin aku berpikir dalam keadaan yang sangat membuatku tertekan. Sudah tak terhitung jumlah air mata yang kutumpahkan sebab pilihan yang sama sekali tidak mengandung unsur keadilan bagiku. Semua insan yang kutemui sama saja. Mereka itu egois dan berlomba-lomba menanjak dan menjajaki singgasana yang seharusnya tidak mereka tempati. Aku memang tidak menanyakan alasan Nero, tapi hal itu sangat menyakitiku. Apalagi ketika dirinya tengah bersenang-senang dengan teman-temannya, sementara aku memeluk diriku sendiri dengan pikiran-pikiran yang berkecamuk di benakku.

Aku berpikir untuk menyelesaikan apa yang sudah kumulai: pagelaran, pekerjaan, dan sejumlah uang yang tak seberapa untuk kuberikan pada keluargaku sebelum aku meninggalkan dunia ini. Entah aku akan berubah pikiran atau tidak mengenai hal ini. Jika aku mendapatkan tujuan hidup yang kuat, mungkin saja aku menjadi salah satu manusia yang harus mempertahankan kehidupanku sebelum ajal yang sesungguhnya mencabut ruhku.

Ketika aku melamun di atap gedung fakultasku, aku kembali teringat hal tak masuk akal saat aku tiba-tiba saja ditarik ke dalam lautan dalam yang gelap. Suatu imajinasi yang bahkan tidak pernah kupikirkan sebagai seorang seniman.

Ekuilibrium. Keseimbangan yang kini lebih berat di satu sisi, sehingga sisi yang lebih ringan akan kalah total dan mendapat dampak yang signifikan. Aku masih menganggap penglihatanku ketika melihat makhluk tak dikenal itu adalah bayangan belaka yang muncul sesaat ketika aku berada di ambang kematian. Namun, anggapanku ditepis begitu saja ketika aku melihatnya lagi di dekat perairan di sekitar kampusku saat hari sudah gelap. Aku begitu terkejut mendapatinya tengah menatapku dengan sorot matanya yang tampak tajam. Aku menggosok-gosok mataku untuk memastikan apakah aku berhalusinasi atau tidak. Tetapi, makhluk itu tetap berdiri di sana.

Warna kulit yang kelabu tapi bercahaya itu hampir saja menyatu dengan gelapnya jalanan di malam hari. Ia bersenandung seperti ketika aku mencoba untuk mengakhiri hidupku. Suara itu seperti menyihirku dan menuntunku padanya tanpa sadar. Senandung yang begitu merdu itu layaknya suara musisi yang mudah membuat para pendengar jatuh cinta. Namun, mendengar senandung makhluk itu akan membuatmu jatuh cinta pada suaranya berkali-kali lipat dari suara para idola yang namanya sudah dikenal di seluruh dunia.

Aku tak menyadari bahwa makhluk berwajah laki-laki dengan mata abu-abu yang bercahaya menyerupai warna putih serta surai yang panjang nan halus itu dapat memikat siapapun yang melihatnya, terlebih ketika mendengar suaranya yang begitu merdu. Suara itu seperti membawa pendengarnya ke alam mistis yang dipenuhi oleh makhluk-makhluk dan benda-benda magis. Aku seperti dihipnotis untuk semakin mendekat padanya.

Lihat selengkapnya