Aku bertemu kembali dengan makhluk kelabu bersirip itu di perairan sepi dekat kampus. Benar saja, ia menungguku sembari duduk di antara bebatuan besar di tepi perairan. Ia menoleh ke arahku seolah tahu bahwa aku sudah datang. Begitu aku duduk di sampingnya dengan jarak yang cukup jauh, ia langsung membuka suaranya.
“Hari ini ada empat kawan kami yang meninggal. Semakin hari populasi kami akan semakin menurun. Tidak ada waktu lagi untuk menunda hal ini.”
Mendengar hal itu membuatku bersimpati padanya. Aku tak tahu bahwa ketidakseimbangan ini membuat dampak yang cukup serius. Aku segera memberitahukan rencanaku padanya tentang bagaimana cara untuk mempengaruhi masyarakat untuk menjaga lingkungan ini dan tidak merusaknya lagi dengan cara pertunjukkan. Meskipun ia setuju dengan caraku, ia seperti menyembunyikan suatu hal yang tak akan pernah bisa kusentuh.
Kami akan melakukan pertunjukkan kecil di studio kakekku. Pertunjukkan kolaborasi antara menari bergaya kontemporer dengan acapella yang akan dilakukan olehnya. Untuk pertunjukkan pertama ini kami akan melakukannya di studio kakekku dengan audiens para penyewa studio atau kalangan penari dalam lingkup kecil. Aku berharap anak-anak muda penggiat seni akan menjadikan hal ini sebagai langkah awal untuk memperbaiki ketidakseimbangan. Kemudian mereka akan menyebarluaskan hal ini kepada masyarakat lainnya.
Menurutku, kebiasaan adalah suatu tindakan yang mirip dengan virus. Cara kerjanya sama, kebiasaan akan menyebar pada seorang individu yang berawal dari rasa penasaran, kemudian ia akan mencoba kebiasaan yang ia ambil dari orang yang ia tiru dan akhirnya akan berakhir menjadi kebiasaannya sendiri. Hal ini lantas menjadi hal yang bisa kumanfaatkan sebaik mungkin guna efisiensi waktu untuk penyebaran kebiasaan ini. Dengan menjadikan seseorang sebagai alat untuk keberlangsungan keseimbangan ini, kupikir ini bukanlah suatu hal buruk, justru hal ini akan memberikan nilai positif untuk kedepannya.
Setelah pemberitahuan singkat tentang rencanaku, barulah aku bertanya padanya mengenai siapakah ia, mengapa ia tahu tentang Pangeran Kusumadinata, dan bagaimana hubungan beliau denganku. Ia terdiam cukup lama, sampai aku mengira ia tidak mendengarku atau sengaja tidak menjawab pertanyaanku, tapi pada akhirnya ia membuka suara.
Ia memperkenalkan diri dengan nama Elias Azure, seorang siren yang hidup di lautan dalam. Tempat yang tidak akan pernah disentuh oleh manusia biasa akibat tekanan air yang tak bisa dilalui dengan mudah. Ia mengatakan bahwa leluhurnya pernah membuat kesepakatan dengan Pangeran Kusumadinata yang disebut sebagai leluhurku. Kesepakatan untuk tidak pernah mengusik masing-masing wilayah antara lautan dan daratan serta menjaganya agar keseimbangan terjaga dengan baik. Namun, kaum daratan atau manusia melakukan banyak aktifitas yang menyebabkan kerusakan baik di daratan maupun di lautan. Sehingga keseimbangan perlahan keluar dari zona yang seharusnya.