Ekuilibrium

BOne
Chapter #15

Lensa dalam Air 6

Ketika berada di perjalanan pulang, aku memperhatikan setiap jalan yang kami lalui. Aku merasa cukup asing dengan jalanan di daerah sini. Tak pernah jalan ini kulalui setelah mengantar pulang Aluna. Aku menarik napas dalam-dalam dan berusaha berpikir positif terhadap orang yang membawaku pulang. Namun, pikiran positif tersebut dipatahkan ketika kami melalui jalanan yang mulai sepi dan lumayan gelap, tak ada satu penerangan pun yang menyinari daerah ini.

Dari kejauhan sepertinya aku mendengar ada suara air mengalir dengan arus yang kencang. Mungkin pria ini ingin buang air kecil atau hanya sekadar melalui jalan tersebut. Tetapi, begitu berada di tepi sungai, pria tersebut menghentikan motornya dan berkata bahwa ia ingin mencuci muka sebentar. Hal itu sangat aneh. Orang gila mana yang mencuci muka di sungai malam-malam seperti ini, terlebih tidak sedikit sungai dengan aliran air yang kotor dan sudah tercemar. Rasa penasaran, menuntunku mendekati sungai. Aku celingukan mencari keberadaannya, tapi aku tidak melihat siapa-siapa, hanya gelap gulita dengan suara arus air yang terus mengalir kencang.

Sekian detik kemudian, terdengar suara air yang sedang terbentur sesuatu layaknya ombak yang menghantam bebatuan di pinggir pantai. Aneh. Perasaan suara air sungainya tidak seperti itu saat pertama kali kudengar. Aku harus waspada, aku merasa ada yang tidak beres dengan pria itu. Sepertinya suara air yang tadinya sangat ribut, perlahan kembali menjadi normal dan terasa seperti aliran sungai yang damai. Namun, alih-alih suasana sudah mulai tenang, tiba-tiba dari kejauhan terlihat segumpal air yang sangat secepat kilat melesat tepat di atas telingaku. Tak ada waktu untuk menghindar, telingaku sobek dan darah mengalir jatuh ke tanah yang gelap itu. Aku tidak bisa menahan rasa sakit ini. Pria itu muncul dari sungai secara perlahan. Tungkainya bergerak menuntunnya mendekat padaku dengan wajah yang haus akan darah.

Rasa takut menyelimutiku. Aku merangkak mundur menjauh darinya seiring pria itu yang semakin mendekat. Tiba-tiba, segumpal air kembali melesat di hadapanku. Namun, air tersebut bukan mengarah kepadaku, melainkan pada pria dengan mata kiri dengan pupil dan iris berwarna putih, sedangkan iris mata kanannya yang berwarna hazel itu tampak bercahaya. Air yang melesat dengan cepat itu berhasil ia hindari. Jika bukan pria itu yang melakukannya, lalu siapa?

Dari jauh terlihat ada dua orang yang berdiri dalam diam. Aku tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena tak ada sumber cahaya untuk melihat. Namun, salah satu dari dua orang itu ternyata adalah kekasihku, Aluna. Ia membantuku untuk kabur dari pria itu. Setelah jarak kami sudah jauh, Aluna memelukku erat. Tubuhku tak bisa bergerak seperti ragaku telah dirampas olehnya. Sementara itu, orang yang kulihat siluetnya mempunyai rambut hitam legam yang panjang dengan sirip tipis pada telinganya, menembakkan air ke pria tersebut yang lagi-lagi bisa dihindari. Jarakku dengan kedua laki-laki yang tengah beradu air itu sangat jauh. Tampak mereka saling menyerang dengan air yang seketika berubah menjadi setajam bilah pedang yang siap menghunus lawannya. Tepat di saat itu, Aluna semakin memelukku erat. Aku bisa merasakan pelukannya menyimpan semua kekhawatiran yang ia rasakan ketika aku tak kunjung mengabarinya.

Lihat selengkapnya