Ekuilibrium

BOne
Chapter #20

Tarian Sang Bahasa Jiwa

Dengan latihan yang cukup panjang, Aluna dan Elias sudah siap untuk mengadakan pertunjukan kecil-kecilan di studio milik kakeknya Aluna. Tak berpikir panjang mereka mempersiapkan semua peralatan yang diperlukan untuk pertunjukan, tentunya dengan aku yang membantu mereka berdua secara terpaksa. Semua berjalan dengan baik. Sampai pada akhirnya kami sudah selesai mempersiapkan semua yang dibutuhkan termasuk dengan poster pertunjukan. Kami lantas membagikan poster pertunjukan tersebut ke setiap orang, menempelkannya ke tembok dan bahkan membagikannya ke pengendara sepeda motor atau pun mobil. Tentunya hanya aku dan Aluna yang melakukannya. Oh, hal itu dibantu juga oleh adikku untuk mempromosikannya di area sekolahnya.

Iris menggila begitu tahu bahwa Aluna yang merupakan teman sesama penari dan juga sebagai pelatih yang ia andalkan itu mengadakan pertunjukkan di waktu yang bisa diakses dengan mudah. Tak butuh waktu lama, studio milik kakeknya Aluna sudah dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menyaksikan pertunjukan Aluna dan Elias. Sekitar kurang lebih seratus orang yang rela menyempatkan waktunya untuk menyaksikan pertunjukan kecil mereka. Aku sangat bangga melihat orang-orang sangat antusias ingin menyaksikan pertunjukan pertama yang mereka gelar. Namun, di sisi lain aku tidak menyukainya. Dengan latihan di waktu yang singkat dan begitu banyak kesalahan kecil, aku harap mereka memperbaikinya ketika berdiri di hadapan banyak penonton dan bisa menunjukan penampilan terbaik mereka untuk disaksikan oleh banyak orang.

Setelah semuanya siap, Aluna dan Elias memulai pertunjukannya. Namun, terlihat hanya Aluna sendiri yang naik ke atas panggung dan ternyata Elias duduk di belakang panggung dan akan bernyanyi dari sana. Hal itu  bertujuan agar dirinya tak terlihat oleh siapa pun. Aku duduk di kursi penonton yang tadi dipersiapkan sebelum acaranya dimulai. Ketika Elias mulai bernyanyi dengan suaranya yang begitu merdu dan dapat membuat siapa pun yang mendengarnya akan terlena, dimulailah tarian yang dibawakan oleh Aluna. Kekasihku yang sangat pintar dalam menari, menggerakkan tubuhnya dengan sangat lincah. Ia menerapkan gerakan yang sudah dilatih pada hari sebelum pertunjukan ini berlangsung bersama Elias. Dengan gerakan yang mengikuti senandungan Elias, ia menampilkan setiap gerakan yang memancarkan keindahan tak terucap. Keanggunan yang ada pada dirinya bertambah, dengan kelembutan yang penuh kekuatan dalam kuncian tariannya.

Setiap gerakan yang ia lakukan seperti halnya sebuah puisi yang tertulis di udara. Ayunan tangan dan kakinya menghasilkan sebuah simfoni tanpa suara. Aku begitu takjub pada penampilan Aluna yang baru pertama kali kulihat. Ia seperti kanvas kosong yang kemudian diisi oleh sesuatu yang tak mampu menahan kebebasan jiwanya. Suara merdu Elias yang dipadukan dengan tarian Aluna tampak seperti cerita bergambar tanpa kata. Setiap gerakan dan nada yang digunakan, membentuk sebuah alur dari rangkaian kisah yang menembus udara. Semua penonton yang melihat ke arah Aluna dibuat kagum olehnya. Hal itu berbanding terbalik dengan apa yang sudah ia ceritakan mengenai timbal balik yang didapatkan dari dunia tari, yaitu tak ada dukungan yang menyertainya jika dibandingkan teman-teman satu angkatannya. Di balik hal itu, aku sangat tidak menyukai Aluna menari di atas panggung dan ditonton oleh banyak orang. Aku khawatir ada banyak laki-laki yang menjadikan Aluna sebagai bayangan fantasi mereka untuk memenuhi hasrat yang terpendam.

Semua orang sangat menikmati pertunjukan Aluna dan Elias. Entah berapa menit yang orang habiskan untuk menonton mereka. Semua orang tak menyadari bahwa pertunjukan ini sudah menghabiskan waktu hingga 30 menit. Mereka sangat menikmatinya. Tak seorang pun beranjak dari tempat duduknya. Tetapi, bagaimana bisa seseorang menari tanpa henti di waktu selama itu?

Lihat selengkapnya