Ekuilibrium

BOne
Chapter #22

Tarian Sang Bahasa Jiwa 3

Tatapanku tertuju pada satu orang yang menyaksikan pertunjukan kecilku. Nero. Kekasihku yang rela mengorbankan waktunya untuk mempersiapkan pertunjukan ini dan menonton tarianku untuk kali pertama. Aku mengekspresikan kebebasanku dalam menari, memperlihatkan perasaanku yang senang melihat para penonton yang menikmati apa yang kupersembahkan pada mereka. Netra Nero menunjukkan bahwa dirinya bangga beserta kagum melihatku. Sudah lama aku ingin memperlihatkan tarianku padanya, tapi inilah kesempatan yang tak bisa dilewatkan, karena kesepakatanku dengan Nero.

Aku melihat ke arah penonton lain. Aku merasakan kebahagiaan yang tak bisa kubendung. Kebahagiaan ini meluap begitu melihat mereka melihat tarianku dengan tatapan kagum. Hal ini membuat rasa tak percaya diriku perlahan dihapus dengan harapan akan perhatian lebih dari mereka. Aku merasakan kehangatan dalam dadaku. Dalam situasi ini, aku berusaha untuk menahan air mata yang memaksa untuk keluar. Kebahagiaan yang terbentuk dari atensi para penonton yang menikmati pertunjukan ini. Pertunjukan kecil yang tak akan pernah kulupakan seumur hidup, karena Nero melihat penampilanku. Bahkan kakekku saja menonton di sudut ruangan dengan wajahnya yang memperlihatkan rasa bangga pada kemampuanku.

Dalam ruangan yang hanya bermodalkan cahaya yang menyorot ke atas panggung kecil ini. Aku merasakan perubahan tone suara Elias. Seharusnya sekarang kami berhenti sejenak dan beristirahat, tapi pertunjukan ini akan berlangsung tanpa jeda. Tubuhku seperti merasakan ikatan dari tali tak terlihat yang dikendalikan oleh seorang dalang yang menggerakkan boneka marionette. Aku tahu hal ini disebabkan oleh Elias dengan kemampuan magisnya. Aku akan mengikuti rencana dari makhluk kelam itu hingga pertunjukan berakhir.

Aku bertanya-tanya, bagaimana dan kapan Elias akan memengaruhi para insan yang hadir dalam ruangan ini. Namun, tak lama setelah aku memikirkan hal itu, tiba-tiba saja nyanyian Elias berganti menjadi senandung yang menyuguhkan suasana mistis yang membuat bulu kudukku tegak. Suaranya yang menggema dan membangkitkan rasa takut mendalam itu seperti berasal dari dimensi lain yang dapat menjerat siapa pun untuk masuk ke dalam misteri yang gelap dan penuh rahasia yang tak terkuak. Pada setiap helai senandungnya, aku merasa kesadaranku semakin hilang. Aku dibawa ke dalam ruang hampa nan gelap tak berujung.

Bagaimana Elias bisa membawa kami ke tempat yang begitu sunyi. Dan menjebak dalam cengkeraman kegelapan dan terperangkap tanpa jalan keluar. Tak ada cara untuk melarikan diri, seolah ruang di sekelilingku tak mempunyai batas. Lalu dalam kegelapan yang sunyi, tiba-tiba aku mendengar suara dengingan yang semakin lama semakin membuat telingaku sakit seperti dihantam oleh sesuatu yang tajam. Hal ini persis sama seperti yang kurasakan ketika aku pingsan di pinggir jalan. Padahal kejadian itu sudah lama berlalu, tapi mengapa aku mendengar suara dengingan yang membuatku tak bisa menahannya?

Seiring berjalannya waktu untuk menahan suara dengingan itu, kudapati diriku berdiri di atas panggung. Terlihat para penonton mulai berjalan keluar dari studio dengan tatapan mereka yang kosong. Apakah ketika aku terjebak dalam ruang hampa itu terjadi sesuatu yang memengaruhi pikiran mereka sesuai dengan apa yang seharusnya Elias lakukan?

Lihat selengkapnya