Pertunjukkan kedua akan digelar dalam kurun waktu kurang lebih dua minggu lagi. Setelah pembicaraanku dengan Elias mengenai bergabungnya Iris sebagai penampil, akhirnya kami memutuskan untuk mengikut sertakan Iris yang menjadi pasanganku dalam menari. Elias akan merekam nyanyiannya sebagai referensi untuk gerakan kami. Elias juga menggabungkan alunan musik pada nyanyiannya sehingga dalam pertunjukkan kami tidak mengandalkan acapella saja seperti pertunjukan pertama, melainkan sebuah lagu original karya Elias yang dikemas dengan cara yang apik.
Aku heran mengapa makhluk laut sepertinya bisa mendapatkan pembelajaran tentang musik, karena cukup aneh mempelajarinya di dasar laut. Lagi-lagi aku dibuat penasaran pada Elias yang identitasnya saja masih menyimpan misteri. Laki-laki yang berwujud hampir tak nyata dengan pakaian sederhana—t-shirt slimfit berlengan panjang, celana panjang yang juga membentuk kakinya yang jenjang, serta sepatu berwarna hitam dengan percikan warna hijau emerald—serta penampilannya yang dapat memikat siapa pun lewat pancaran netranya yang berkilau dan sangat cantik itu tak pernah bercakap untuk berbasa-basi. Ia lebih banyak berdiam dan hanya mengeluarkan suara jika ia ingin mengutarakan sesuatu yang penting.
Dalam proses latihan untuk pertunjukan kedua kami. Aku sempat menanyakan sesuatu pada Elias tentang bagaimana caranya ia bernyanyi dengan suara asli dan mempengaruhi pikiran para penonton. Ia enggan menjawabku dan malah mengatakan bahwa aku tidak perlu khawatir karena dirinya sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Mendapat jawaban itu membuatku jengkel padanya. Ia seolah tak menganggapku sebagai rekannya. Ia hanya bertindak sendiri tanpa mendiskusikannya padaku. Bukankah jika seperti ini harusnya ia saja yang mengadakan pertunjukan seorang diri? Kenapa pula ia menyeretku dalam hal ini hanya karena aku adalah keturunan dari Raden Angkawijaya? Tak bisakah ia mencari orang lain yang mampu menjalankan misi bersamanya. Yang juga memiliki pendirian yang teguh terhadap kelestarian alam.
***