Ekuilibrium

BOne
Chapter #24

Tarian Sang Bahasa Jiwa 5

Dengan semua yang telah terjadi, apakah Nero mau untuk menurunkan egonya sendiri untuk diriku? Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang dalam benakku. Yang ingin aku tahu sekarang adalah kabar Nero dan apakah ia baik-baik saja di tengah jarak yang begitu lebar antara aku dan dirinya. Aku sudah tidak mendapatkan pesan dari Nero semenjak aku memberitahu bahwa aku akan mengadakan pertunjukan yang selanjutnya. Sudah kupastikan Nero kecewa dengan kabarku, setelah dirinya kembali mempertanyakan apakah aku memilihnya atau menari. Aku tak bisa memilih salah satu di antara keduanya. Aku ingin dunia ini menjadi bersih dan hijau kembali seperti zaman dahulu. Betapa indahnya jika aku melihat daratan yang begitu bersih dan wangi tanpa ada kotoran sedikitpun. Akan sangat bangga jika rencana ini berjalan dengan sempurna.

Aku terbangun dari tidur lelapku. Aku terdiam sejenak mengingat kembali mimpi yang kurasa cukup penting bagiku. Aku meregangkan seluruh badanku, karena kemarin malam aku sudah melakukan petunjuk yang sangat memukau bersama dengan Iris. Sayangnya, pertunjukan kemarin tidak disaksikan oleh Nero. Namun, semua orang menyaksikanku dengan antusiasme yang tinggi. Mereka memuji penampilan kami. Aku sangat bangga sekali bisa berada di atas panggung. Aku dan Iris dengan tariannya, sedangkan Elias seperti biasa menyanyikan lagu yang dapat memanjakan pemirsa dengan sangat baik.

Para insan yang menyaksikan pertunjukanku kemarin semakin bertambah. Semua orang merasa puas dengan apa yang aku perlihatkan kemarin malam. Aku sangat bangga sekali bisa membuat orang-orang tertawa bersama dan bergabung dalam kekaguman. Namun, ketika aku mengingat hal itu, aku baru menyadari aku akan terlambat jika aku masih berdiam diri di atas kasur. Aku lantas beranjak, lalu dengan cepat aku bersiap-siap. Hingga tak membutuhkan waktu yang lama bagiku untuk bisa pergi ke kampus.

Ketika berada di tepi jalan dekat kampus, aku melihat punggung jaket berwarna krem yang mirip dengan jaketnya Nero. Aku segera menghampirinya dan benar ia adalah Nero. Aku bertanya mengapa ia tidak ada kabar sama sekali setelah aku mengiriminya pesan yang sangat banyak. Ia hanya menjawab, aku ada di sini. Bisa-bisanya ia menjawab seperti itu sedangkan aku yang mengkhawatirkannya sering berdiam diri dengan tatapan yang kosong.

Di saat itu pula, Nero berkata bahwa ia ingin mengatakan sesuatu dan mengajakku berbicara di taman yang ada di dalam kampus. Aku lantas saja mengikutinya, tapi aku merasa ada perubahan di antara kami. Biasanya Nero akan berjalan di sampingku dan menyamakan kecepatan langkahku, tapi ia berjalan cukup cepat sekarang dan membuat diriku cukup kewalahan karena harus mengejarnya. Setelah kami sampai di taman, barulah kami duduk di bangku yang menghadap ke arah kolam ikan.

Lihat selengkapnya