Angin berembus kencang di malam kelam. Tampak perahu para nelayan bergoyang diterpa gelombang tinggi. Elias yang berada di pesisir, melihat ke arah lautan yang luas. Dahinya berkerut, rahangnya terlihat tegang seperti menahan kekesalan. Siren berkulit kelabu itu seketika menghilang.
Di lautan dalam, Elias melihat Lyrion tengah duduk dengan kepalanya yang menunduk. Di depannya ada sebuah patung dari batu yang dipahat menyerupai Ayah Lyrion.
Dari kejauhan, Elias membentuk sebuah tombak dari air di sekitarnya. Dengan cepat ia lemparkan tombak air tersebut. Namun, serangan Elias berhasil ditepis oleh Lyrion. Laki-laki bernetra putih pada mata kanannya itu lantas berbalik pada Elias. Ia menyeringai seolah menantikan kehadirannya.
"Lihatlah, siapa yang berkhianat dan malah melindungi para manusia? Bukankah seharusnya kamu lindungi kolonimu terlebih dahulu? Semua langkahmu salah. Di balik jejakmu ada penderitaan yang tak bisa dibayar hanya dengan simpati semata. Lihatlah sekelilingmu, pikirkan apa yang telah mereka perbuat demi keegoisan mereka! Jangan menjadi buta sesaat karena ingin menyeimbangkan dunia dengan memegang ekuilibrium!"
Muak dengan ocehan Lyrion, Elias kembali menyerangnya. Ia mengambil sebuah pedang kuno yang tergeletak di kapal yang karam. Ia mencoba menghunuskan pedang itu pada sepupunya. Pergerakan Lyrion yang begitu cekatan membuatnya berhasil menghindar. Pertarungan antara kedua saudara tersebut berlangsung tanpa celah. Keduanya sama-sama tersulut emosi.
Dalam pertarungan sengit itu tak ada yang mau mengalah. Sampai pada akhirnya Lyrion dengan bangga memperlihatkan apa yang ia sembunyikan. Namun, hal ini tidak membuat Elias terkejut. Ia sengaja memancing Lyrion untuk kembali menyerangnya dengan suatu hal yang disembunyikannya.
Tampak kedua tangan Lyrion terangkat dengan kobaran api yang diselimuti oleh bola air yang bergerigi dan tajam. Elias sudah menduga hal itu. Hal itu lantas membuatnya segera melapisi pedang yang ia pakai dengan kumpulan air yang tampak berwarna biru kehijauan. Air yang terkontaminasi logam berat yang kemudian ia kumpulkan dalam kumpulan kecil. Siapa pun yang tersentuh oleh air ini akan mengalami luka bakar. Pikirnya, ini strategi yang cukup untuk membuat Lyrion jera.
Ketika Lyrion melemparkan bola tersebut, Elias melesat menyerangnya. Tanpa celah ia berusaha mengenai pedangnya pada Lyrion. Namun, lawan yang berada di depannya bukanlah lawan yang mudah ia taklukan. Keluarganya adalah keluarga yang bergelut dalam dunia militer di Night Azure, sehingga mereka sangat percaya diri terhadap pertahanan dan juga menghindar dari serangan lawan meskipun mereka terkena dampak dari darah emas.
Pertarungan semakin sengit. Bahkan keduanya terluka ketika masing-masing serangan mengenai mereka. Api yang dikendalikan oleh Lyrion mengenai bahu kanan Elias, sehingga ia mendapatkan luka bakar yang cukup dalam. Sementara Elias berhasil melukai perut Lyrion dengan pedangnya. Tampak darah segar mengalir dan membaur dengan air laut.
Tak ada seorang pun yang mau mengalah. Hingga akhirnya mereka berdua terpental begitu keduanya melesat ke arah yang berlawanan, berusaha menghabisi satu sama lain. Cahaya yang berasal dari neraca dua lengan serta gelombang yang cukup besar di antara Elias dan Lyrion adalah penengah di antara mereka berdua agar pertarungan berhenti.