Elang & Tragedi Trisakti 98

Siska Indah Sari
Chapter #1

Hari Kejadian

Jakarta, 12 Mei 1998


Pemuda berambut hitam dengan hidung mancung itu membelalakkan matanya saat suara tembakan mulai membumbung ke udara. Elang Mulia Lesmana atau yang biasa dipanggil Elang harus memikirkan cara untuk keluar dari situasi yang ia tahu tak aman dan membayahayakan dirinya. Saat menoleh ke samping tak lagi dia lihat Frankie sahabatnya yang semula ada disana. Di pikirannya hanya satu yaitu menyelamatkan diri dari kemarahan aparat berseragam hitam lengkap yang tampakknya tak lagi bisa dibendung.

Dalam keadaan kalut Elang masih juga berusaha untuk berlari menuju tempat yang mereka telah janjikan jika mereka terpisah. Sementara para mahasiswa berlarian tak tentu arah berusaha menyelamatkan diri mereka dari selonsong peluru yang tak mengenal arah dan nama itu.

Namun doorr ... Ia merasakan sesuatu menembus kulit dan mengenai jantungnya. Peluru itu bahkan menembus dadanya dan bersemayam dalam tas yang ia pakai di punggungnya.

Seketika pandangannya mengabur. Pemuda berusia dua puluh tahun itu terjerembab ke tanah. Ia menatap langit.

Akankah aku pergi saat ini? Bagaimana dengan mama dan papa serta yang lainnya?? Batinnya nelangsa.Saat seperti ini hanya keluarganya yang ia ingat. Wajah-wajah yang terkasih yang ia duga takkan bisa lagi ia lihat lalu ia berharap untuk kembali ke masa lalu saat semua masih indah dalam pandangannya.

*****

Enam jam sebelumnya


Seluruh kegiatan belajar dan mengajar di kampus ditiadakan. Pemberitahuan akan adanya demo besar-besaran telah menyebar dari mulut ke mulut cukup lama oleh seluruh mahasiswa dan juga secara resmi oleh senat mahasiswa.

Tampak dua orang pemuda yang melihat para rekan mahasiswa berbaris dan berkumpul membawa berbagai macam atribut guna keperluan demo mulai dari bendera kampus, fakultas atau ujaran aspirasi mereka.

“Hei kalian sudah datang, hari ini tidak jadi Ujian. Kita akan demo, ayo,” ucap salah satu temannya.

Ia yang berdiri di samping seorang pemuda yang tak lain adalah sahabatnnya menggangguk. 

“Ayo Elang kita cari yang lain dulu,” ajak Arfianda Bachtiar yang akrab disapa Frankie itu.

“Itu mereka ayo,” sahut Elang dan berlari menemui teman mereka.

“Kalian pasti lupa kita ada kemungkinan demo kan?” tanya rekan mereka.

“Udah yang penting kami kan datang ya gak Lang?”

Elang hanya mengangguk. “Ia jadi ketuanya siapa??”

Teman mereka menujuk pimpinan orator di hari itu.

“Sepertinya gedung MPR akan meledak hari ini,” ucap Frankie.

“Seperti kemarahan rakyat yang meluap karena tertunda selama bertahun tahun maksudmu Frankie?” 

“Benar Elang sudah saatnya beliau menjabat dan negeri harus mengganti sistem yang telah lama dijalankan inilah saatnya perubahan dalam semua aspek kehidpan berbangsa dan bernegara.”

“Semestinya jika beliau bersedia mundur dengan damai hal ini takkan terjadi, namun tampaknya kita yang muda harus menyadarkan para orang tua juga jika mereka bersalah bukan?” Timpal Elang.

“Nah itu kau memang selalu sepaham denganku, karenanya kau jadi sahabatku.” Frankie tertawa setelahnya. Giginya tampak saat ia sedang bahagia. Meski ia tak tahu bahwa kapan saja kebahagiannya akan bisa terenggut.

“Kalau begitu ayo kita dengarkan arahan dulu.”

Keempatnya bergabung dengan yang lainnya pada acara mimbar bebas di pelataran Gedung Syarif Thayep ( Gedung F) yang dimulai pukul 10 pagi itu. Bersama Elang, Frankie dan yang lain ada sekitaran 6000 mahasiswa, dosen, karyawan kampus yang berorasi bergiliran membakar semangat hari itu. 

Acara itu sebelumnya dimulai dengan penurunan bendera setengah tiang, tanda berkabung seluruh kampus akan sistem pemerintahan yang dinilai gagal menyelesaikan semua masalah termasuk ekonomi yaitu krisis moneter dan matinya demokrasi selama bertahun-tahun dengan menjabatnya Pak Harto selama tiga puluh dua tahun di negeri ini.

Acara itu dilanjutkan dengan pembacaan doa bersama untuk kelancaran acara long march dan juga ditutup dengan orasi secara bergilir.

“Kita berdiri disini hari ini, pagi ini untuk sebuah tujuan yaitu memperjuangkan adanya perubahaan pada sistem pemerintaahan dan penuntutan berarkhirnya kekuasaan orde baru yang telah mengakar selama 32 tahun. Bangsa ini mengalami masa sulit menghadapi krisis moneter dan menyengsarakan semua rakyat dari semua golongan, baik itu petani, pedagang, karyawan, semua terkena imbas karena kekagagalan pemerintahan mengurus negeri ini. Sudah waktunya kita bersama menuntut perubahan. Hidup mahasiswa !!!'

“Benar, hidup mahasiwa!!

“Hidup mahasiwa!!”

“Ayo semua hidup mahasiwa!!” Ajak Frankie. Elang dan yang lain pun mengikut. Suasana riuh menyebar dengan memuncaknya semangat semua orang untuk memulai aksi mereka hari itu berjalan menuju gedung MPR yang jaraknya tak jauh dari kampus mereka.

“Nah ayo sebelum mulai mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing masing. Dan semoga aksi kita ini berjalan tertib dan lancar.”

“Aamiin.”

“Wahh aku sangat bersemangat, semua darahku mendidih,” komentar Frankie.

“Kita harus memastikan negeri ini memutus sistem orde lama dan memulai reformasinya,” jawab Elang.

“Kamu benar hidup reformasi!! Saatnya negeri ini melangkah membuka gerbang yang baru!!”

“Semangat,” sahut Elang dengan senyuman di bibirnya. Ia menengadah ke langit.

Ya Allah bantulah kami hari ini, sungguh Engkau Maha Pendengar doa, rapalnya dalam hati.

Langit pagi itu tampak cera seakan memberi ridho pada mereka akan aksi mereka hari itu, tak seperti hari kemarin yang tampak mendung, namun hati pemuda itu terus merasa tak tenang, seakan akan hal buruk akan segera terjadi. 

“Kenapa Elang? Masih kepikiran yang tadi?”

“Tidak koq.” 

Tak lama sebelumnya saat mereka hendak mulai beejalan menuju gedung MPR, Elang dan Frankie melihat seorang wanita yang memandangi elang seakan hendak menangis.

“Sudah, jangan dipikirkan yang tadi juga.”

“Ia tidak koq, ayo,” jawab Elang. Semoga ini bukan pertanda buruk ya Allah. Pikirnya.

“Tapi kenapa ya perempuan itu menatapmu begitu ?” komentar Frankie karena ia juga kepikiran.

“Tadi katamu aku tak perlu pikirkan? Sekarang yang mulai kau!! Dasar Frankie.”

“Haha ... slow Bro. Kita berdoa saja ini lancar dan kita segera pulang, aku pengan makan nasi goreng mamamu.” Frankie menaruh tanggannya di pundak Elang, begitulah biasa ia beebicara pada sahabatnya itu.

“Huss ... kenapa gak pulang ke rumahmj sendiri? Mamaku gak boleh masak hari ini, rasain,” goda Elang.

“Ya Bro, please, nasi goreng mamamu enak T.O.P deh, beneran loh, kalau mamamu jualan laris manis pasti.”

“Gak ah, Mama sudah pusing mengurus rumah aku, papa dan adikku, jangan ditambahi kerjaan, kasihan mama.”

Lihat selengkapnya