Elang & Tragedi Trisakti 98

Siska Indah Sari
Chapter #5

Keluarga adalah Segalanya



Hari kediaman Elang sudah tampak ramai sejak pagi, kakak tertuanya akan melangsungkan ijab kabul dan resepsi pernikahannya. Elang dan Awangga, adiknya menilik ke kamar melihat apakah kakak mereka sudah siap atau belum.

“Hei sedang apa? Kemarilah,” panggil dara manis itu.

“Wah kakak sangat cantik,” puji si bontot.

“Kan memang dari dulu kakak kita cantik Awangga,” seru Elang.

“Kalian bisa saja, apa dia sudan datang?”

Elang dan adiknya menggeleng. “Mungkin sebentar lagi Kak, tenang saja, mau diambilkan minum?” tawar Elang.

“Kau ini selalu saja perhatian pada semua orang. Kemarilah.” Wanita itu segera memeluk kedua adiknya.

“Setelah meninggalkan rumah nanti, jagalah mama dan papa ya,” pintanya.

“Aman Kak, tenang saja, Elang dan si bontot akan menjag mama dan papa.”

Kakak mereka tak kuasa menahan haru karena ingat akan berpisah dengan semua orang mengikut suaminya.

Elang segera berjongkok dan memberikan tisu kepada kakaknya itu.

“Kak, pengantin kan gak boleh nangis, ini adalah hari suka cita, hanya ad kebahagiaan hari ini semestinya.”

Wanita itu segera menyeka air matanya agar tak merusak make upnya.

“Kau ini selalu saja membuatku tak bisa berkelit. Awangga nanti patuhlah pada Kak Elang, jangan main sampai maghrib ya.”

“Iya Kak, nanti kalau aku pulang malam Kak Elang pasti melempatku dengan swallow. Haha.”

“Kau ini!! Swallowku terlalu bagus untuk dilempar mending sendal terompah saja,” seru Elang.

Awangga langsung menggeleng. “Jangan dong kak, aku kan bercanda oh ya sahabat kak pada kemana?”

“Mungkin nanti siang, kata Frankie mereka akan datang bersama dengan teman-teman sekelas yang perempuan,” tutur Elang.

“Wah, asyiknya masa kuliah, kelak Awangga juga akan kuliah jadi pemuda tampan yang digandrungi banyak gadis dan punya banyak sahabat,” sahut adiknya.

Mendengar itu kakaknya langsung memukul kepalanya dengan jari.

“Huss ... masih kecil hayalannya udah perempuan. Kau harus banyak belajar seperti Kak Elang, paham??” Wanita itu mengeluarkan biji matanya untuk menakuti adiknya itu.

“Ah, kakak gak seru, ah belajar mulu jadi jomblo dong kayak Kak Elang.” Awangga langsung berlari dan Elang menyusulnya.

“Hei awas kau ya!!”

Sementara kakak mereka hanya tertawa dan kemudian menatap foto mereka sekeluarga saat liburan ke luar kota tahun lalu.

Wakti itu Elang, papanya dan Awangga bertugas untuk memanggang, sementara kakak Elang dan mamanya mengurus keperluan makan. Mereka berkemah di pantai dan menunggi datangnya sunset.

“Sudah belum?” Tanya Tetty pada suaminya.

“Belum toh Ma, gak sabar amat, tunggu dulu sebentar, mama sama mbak jalan-jalan aja dulu,” sahut suaminya 

“Ih papa manggang aja koq lama amat ya, kek masak daging.”

“Ini kan daging Ma,” celutuk Awangga.

“Hus Awangga ayam bukan daging anak mama sayang.”

“Ohh kirain kan orang bilang daging ayam gitu,” sahut bocah itu lagi.

Sementara Elang hanya terkekeh melihat adiknya dan mamanya.

“Kamu lagi Elang, malah menertawakan Mama,” cibir mamanya kesal dan berlalu.

“Bujuk sana, kau tak tahu saja mamamu gimana Lang,” pinta papanya.

“Baiklah, sebentar ya Pa.”

Elang berjalan diantar pasir putih dan mencari keberadaan mamanya nmun ia tak nenemukannya.

“Mama dimana Kak?” Tanyany pada sang kakak yang sedang menelepon pacrnya.

“Tadi ke arah sana, apa mama merajuk Lang? Astaga. Yasudah saja kejar.”

Elang mengguk dan berlari lagi.

“Ma ... Mama dimana?” Ia berkali memanggil mamanya namun tak ada jawaban. Dan setelah berjalan cukup jauh ia baru melihat mamany sedang memebeli jagung bakar dan asyik mengunyah.

“Mama disini? Ya ampun aku cariin dari tadi Ma.”

“Lah ngapain kamu cari mama Lang, kamu mau nih.” Tetty menyodorkan jagung bakar pada anak lanangnya itu.

“Kalau jagung mah aku mau. Mama gk belikan papa dan yang lain?”

Tetty segera berjalan ke arab keluarganya yang lain.

“Gak, untuk apa, kamu makan cepat dan segera balik kesana.”

Elang hanya bisa terheran melihat tingkah mamanya dan menggelengkan kepala. 

Setibanya di tempat semula, semua orng melihatnya kesal.

“Oh Kak Elang makan jagung bakar sendiri!!” Sindir Awangga.

“Apa??”

“Lang, kalau beli makanan lah dibagi Papa sama Awangga capek ini ngipasi dadi tadi kamu malh enak makan. Nih kipas gantian.” Papanya memyerahkan kipas kepada Elang.

“Loh Pa? Ma?”

Mamany hanya menaikkan bahunya dan terkekeh, sementara Awangga juga memberikan kipasnya kepada Elang.

“Ayo Pa, kita cari jagung yang sudah masak. Kak Elang jaga panggangan ya.”

Lantas Awangga menarik papanya pergi meninggalkan Elang yang masih tak percaya.

“Mama kenapa bohong sama mereka?” Elng mendekati mamanya dan mamanya rerkekeh.

“Itu karenamu buat mama kesal tadi, anggap saja impas.”

“Ah, kalau begitu lain kali Elanh takkan mau ikut lagi. Lihat saja.”

Kakaknya segera berdiri dan menepuk pundaknya.

“Terimalah nasibmu Lang, jangan banyak omong, kipas ayo.” Lantas ia pun menyusul papa dan adiknya pergi.

Hanyalah Elang yang mengipas hingga mereka kembali sementara mamanya hanya bersantai dan mendengarkan radio.

“Enak ya Ma, ngerjain Elang.”

“Sudahlah Nak, kesabaramu ini mm doakn jaminannya surga kelak. Jika kamu bisa sabar dan rido akan apa yang kau dapatkn dari takdir yang Allah kasih padamu maka Dia akan malu jika tak memasukkanmu ke surgaNya. Benar kan?”

“Mama benar, lagipula mana berani Elang marah sama Mama. Mama kan kesayangan Elang.”

Lihat selengkapnya