Elang & Tragedi Trisakti 98

Siska Indah Sari
Chapter #11

Firasat Aneh


Sepanjang jalan menuju kampus Elang hamya diam. Frankie sesekali mengamati sahabatnya itu yamg tak jua bersuara meski ia beekali memggodanya.

“Kenapa Lang? Kau diam mulu? Bnyak pikiran apa karena Jehan?”

“Haha ... Bukan kenapa harus pusing karena itu.”

“Jadi parfumnya tetap kau bawa kan?”

“Aku taruh di tas nih kenapa?”

“Gak papa. Hanya kadang aku kagum caramu menjaga hati, dan Jehan juga demikian. Oh ya aku lupa berterima kasih pada mamamu tadi. Sudah menginap sejak semalam dan makan enak di rumah kalian. Papamu juga.”

“Kau ini, seperti dengan siapa saja. Oh ya apa Adny sudah mengirim pesan padamu? Kemarin dia minta kita menemuinya dekat gerbang kan?”

“Aku sudah mengirim pesan padanya pagi. Paling nanti dia sudah tiba. Dia kan paling cepat sampai kampus.”

“Anak itu sama rajinnya denganmu, aku saja yang malasan. Oh ya aku kira kau banyak pikiran makannya sejak semalam banyak diam.”

“Tidak koq, aku kurang enak badan saja sepertinya sejak kemarin. Aman Frankie, tenang saja.”

“Aku hanya cemas takut kau kenapa-kenapa. Bagaimana kalau kita gak jadi demo dah malah UTS. Kalau kau sakit nilaimu bisa jelek kan. Aku hanya tak mau itu.”

“Wah kau sangat perhatian. Aku jadi tersanjung,” kelakar Elang.

“Nah itu baru benar. Kalau kau tak tertawa aku jadi khawatir. Apa kau salah makan, sejak kemarin setelah kita kehujanan. Syukurnya tidak. Aku bersyukur.”

“Aku baik-baik saja Frankie. Akhir-akhir ini aku hanya banyak pikiran atau kelelahan saja.”

“Oh ya yamg kemarin di sudut itu lukisanmu? Sudah lama kau tak melukis kan?”

“Aku melukis sore hari beberapa hari lalu. Kenapa jelek ya?”

“Bagus koq. Namun sangat pilu dan menyayat hati. Dalam sskali maknanya. Aku sampai bergetar melihatnya.”

“Kau tak mengatakan apapun tadi malam.”

“Karena kau tampak serius mengerjakan tugas kita. Aku tak berani banyak tanya padamu. Wah sepertinya sudah ramai.”

“Apa kita telat?”

“Belum, ayo.”

Setelah memarkirkan motor Elang dan Framkie segera bergegas menuju lapangan. Disana tampak telah banyak orang yang berkumpul. Mereka mencari keberadaan Adny, sahabat mereka yang lain di tempat yang telah mereka sepakati. 

“Itu dia, ayo kesana,” ajak Elang.

Saat itulah Frankie mengeluarkan jaket almamaternya dan memakainya.

“Astaga,” ucap Elang.

“Kenapa Lang? Kau lupa bawa?”

“Padahal sengaja taruh di atas bantal, malah lupa. Sudahlah. Tak apa ayo.”

“Maaf aku juga tak mengingatkanmu tadi. Aku kira kau taruh di tas tadi.”

“Aku membawa buku karenanya banyak isinya. Sudah tak apa yang penting kan niatnya. Sepertinya tak akan ada ujian hari ini.”

Framkie mengamati kondisi kampus dan mengangguk.

“Kalau begini sih memamg takkan ada Lang. Bisa dipastikan.”

“Adny melihat kita, hei!!” panggil Elang.

Adny melambai dan menghampiri mereka. Keduanya bergabung dengan yang lain.

*****

Mentari semakin meninggi namun kejelasan apakah para mahasiswa bisa melanjutkan ke gedung senanyan tidak jua tiba. Elang dan Frankie melijat kondisi yang tak memungkinkan.

“Lang, lebih baik kita kesana dulu.”

“Oh ya kau baiklah, boleh. Kita bilang ke Adny dulu,” seru Elang.

Keduanya menghampiri Adny dan yang lain.

“Jangan lama-lama kalian. Mana tau kita gerak lagi,” ucap Adny.

“Sekejab. Ayo Lang.”

“Kami pergi bentar.”

Adny dan yang lain mengangguk.

Keduanya segera berjalan dan menyeberang dari kampus mereka.

“Wah banyak juga nih Frankie. Hebat papamu ya,” puji Elang.

“Usaha Lang. Doakan sukses dna banyak yang ngekos ya disini nanti.”

“Kalau sedekat ini pasti banyak. Berapa pintu?”

“Kata papaku kemarin sekitaran 30 pintu doang,” jawab Frankie dan mencari mandor disana.

“Doang katamu. Gila itu mah bukan doang, untuk satu kontrakan saja modal sudah berapa. Belum lagi ini jalanan dekat jalan besar. Papamu pasti sangat kaya.”

Frankie hanya tertawa, sebab ia tak merasa begitu selama itu adalah harta papanya.

“Mas Frankie kan?” seorang bapak yang tampak lebih rapi menghampir mereka berdua.

“Pak Bagas ya?” Frankie meyalami oramg itu, begitu juga Elang.

“Mau lihat-lihat ya Mas. Oh ya nggak.ngampus kalian berdua Mas?”

“Sedang ada demo Pak,” ucap Elang.

“Oh pantas saja. Terdengar riuh dari sini. Ayo Mas, sebelah ini.”

Keduanya mengikuti Pak Bagas melihat-lihat kontrakan yang sedang dibangun.

Lihat selengkapnya