Elang & Tragedi Trisakti 98

Siska Indah Sari
Chapter #13

Pergi dengan Damai


Seperti kehidupan yang tak pernah bisa ditebak kemana takdir akan membawa, begitu pula kapan saja ia bisa terenggut tanpa siapapun bisa menahannya.


Meski malam semakin larut rumah sakit itu masih dipenuhi orang. Beberapa media mulai datang, bersamaan dengan itu Frankie yang baru tiba menghsntikan langkah kakinya. Ia menemukan sosok mama dan papanya Elang duduk lemas di bangku panjang di depan sebuah ruangan tampak duka tergambar jelas disana. Saat melihat Frankie Tetty segera berdiri.

“Tante,” ucapnya.

Wanita itu kembali menangis, dan membuat Frankie sadat ia telah sangat terlambat. Papanya Elang mengantarkannya ke dalam.

“Saat kami datang, kata dokter ia baru tiga menit berpulang. Kami juga terlambat Frankie,” isak papanya Elang.

Dan kini Frankie berjalan lemah memandangi tubuh yang terbaring kaku tak bernyawa itu. Lantas semua kenangannya dengan sahabatnya itu mengucur dengan deras di kepalanya.

Tangis Frankie pecah juga akhirnya. Ia memukul tembok di depannya.

“Gak mungkin, gak mungkin kan Lang, kau hanya sedang bercanda saat ini kan?” Pekiknya menggoyangkan badan itu.

Papanya Elang menepuk pundaknya.

“Om juga berharap ia sedang bercanda Nak Frankie.”

“Dia berjanji bertemu denganku di belakang kampus Om. Dan lihat dia mengingkari janjinya. Elang bangunlah. Kau berbohong padaku!!” teriaknya.

Tetty yang mendengarnya segera masuk. Ia semakin menangis melihat Frankie begitu.

“Siapa yang harus bertanggung jawab untuk ini Om? Mereka menembak sahabatku Om!! Mereka itu bajingan!!!” umpat Frankie kesal.

Lantas ditatapnya lagi wajah sahabatnya yang seakan sedang tertidur. “Katanya kau akan menganggapku sebagai sahabatmu hingga akhir. Ini akhirnya kan Lang? Kau pergi lebih dulu meninggalkan sahabatmu ini!” Frankie kini terduduk meratapi kepergian Elang. Papanya Elang dan mamanya Elang segera memeluk pemuda itu.

“Kita harus iklaskan dia Frankie. Biarkan ia pergi dengan tenang,” bisik papanya Elang.

Sementara Frankie masih menggeleng dan tak terima. “Mereka membunuh anak muda yang tak berdosa!! Para aparat sialan itu!! Bagaimana bisa mereka membawa peluru asli dan bukan peluru karet!!”

Sementara itu tak lama dokter segera masuk bersama perawat.

“Elang akan kami otopsi. Kalian bisa menunggu hasilnya.”

Frankie dipapah papanya Elang keluar ruangan. Mereka bertiga menatap tubuh itu dipindahkan ke ruamg otopsi.

“Ini tasnya Elang Om?”

Papanya Elang memgangguk.

“Tasnya sampai jebol.”

Frankie membukanya dan mendapati parfum yang hendak Elang beri ke Jehanpun ikut pecah. Saat itulah ia ssgera mengirim pesan ke Jehan.

“Parfum siapa ini?” tanya papanya Elang.

“Parfum hadiah ulang tahun untuk Jehan Om. Pasti peluru itu memecahkannya tadi.”

“Apa Elang punya pacar?”

“Elang dan Jehan saling suka, namun Elang tak mau pacaran.”

“Parfum itu takkan pernah diberika.”

“Boleh saya bawa ini Om?”

Mamanya Elang mengangguk. “Mungkin itu menyakitkan Jehan tapi dia harus tau Elang sudah siapakn kado meski tak bisa diberi kepadanya selamanya.”

“Iya Tante,” seru Frankie.

Mereka menunggu hingga semua proses otopsi selesai. Sementara di ruangan operasi dokter forensik hanya bisa menghela napas.

“Ini jelas tembakan bukan untuk melumpuhkan. Tembakan ke dada adalah tujuannya mematikan target. Bagaimana bisa aparat menargetkan mahasiswa sejak awal,” komentarmya.

“Dia masih bertahan berapa saat tiba disini Dok. Dia tampaknya menunggu keluarganya, namun sayang tak terkejar dan ia berpulang.”

“Ia tampak seperti anak baik, lihatlah ia seolah tertidur.”

“Dalam agama islam ini syahid Dok. Mereka hanya berjuang menyuarakan aspirasi dan ini akhirnya. Para mahasiswa dari seluruh Indonesia pasti saat ini geram dengan kematian mereka berempat.”

“Mereka berempat adalah harapan orang tua, meninggal di usia muda dengan tragis tentu menyisakan duka mendalam. Ayo kita jahit untuk melaporkan hasilnya.”

“Baik Dokter,” sahut suster.

Tak lama Dokter forensik melaporkan temuannya ke atasan rumah sakit dan juga perwakilan aparat yang tiba disana.

“Menembus punggung dari dada. Tak bisa dibayangkan sakitnya. Peluru itu.”

“Padahal semua sudah diminta tak membawa peluru asli. Tetapi kejadian seperti ini malah terjadi,” komentar petinggi aparat negara disana.

“Perihal itu, pihak bapak lebih tahu. Tetapi lihatlah para orang tua malang yang kehilangan anak-anak mereka yang masih sangat muda.”

Lihat selengkapnya