Satu jam sebelumnya
Tetty mencari jarik untuk menutupi mayat anaknya itu. Disanalah ia melihat tas yang kemarin dipakai anaknya itu. Ia lantas duduk dan memgelusnya lalu menciuminya. Saat itulah ia meenmukan pensil kesayangan Elang ada di kantong depan. Dan ingatannya kembali ke sepuluh tahun yang lalu. Saat Elang masih berusia 10 tahun dan duduk di bangku Sekolah Dasar.
Waktu itu Elang baru kembali dari sekolah dan langsung berlari begitu memgstahui nenek dam kakeknya datang berkunjung.
“Ya ampun Elang. Pelan-pelan Nak, jangan berlari,” seru Tetty mengingatkan. Namun Elang kecil segera menuju dapur dan langsung memeluk neneknya itu.
“Astaga lihat ini siapa yang datang.”
Wanita itu segera berjongkok dan menyentuh hidung Elang.
“Cucu nenek sehat kan?”
Elang mengangguk dan menunjukkan giginya yang rapi.
“Nenek datang kenapa tak berkabar? Pasti nenek tidak kangen sama cucu nenek yang paling ganteng ini kan?”
Neneknya langsung menggelengkan kepalanya lantas mengelus rambutnya.
“Tenti saja nenek kangen sama Elang yang lincah, pintar dan periang satu ini, ya kan Kek?”
Tak lama sang kakek muncul dengan membawakan sebuah kotak, melihat itu Elang berlari memeluk kakeknya juga.
“Cucu kakek baru setahun sudah sebesar ini. Rasanya baru tahun lalu kakek menggendongmu dan kini kakek sudah tak kuat lagi haha.”
“Mama memberi Elang banyak makanan dan susu makanya Elang cepat besar Kek.”
Tetty yang mendengar segera menyahut.
“Kan malah bagus kalau cepat besar ya jan Kek?” Ia lantas duduk di samping ayahnya dan mengupas jeruk yang dibawa oleh nenek dan kakeknya dari kampung.
“Ini untuk Elang kan? Nenek bawa dari kampung?”
Jelas dong.
“Lalu ini apa?”
Elang menunjuk kotak yang tadi dipegang kakeknya.
“Ini untuk Elang bukalah. Nenek dan kakek beli di stasiun tadi.”
Elang segera membuka kotak itu dan segera raut wajahnya berseri.
“Peralatan melukis dan menggambar? Makasih Kek, Nek.”Elang segera memeluk kakek dan neneknya.
“Wah ada pensilnya itu,” seru mamanya.
“Nanti kalau sudah pendek nenek belikan lagi insyaAllah.”
“Sememtara ini saja sudah cukup Nek. Makasih banyak. Hore ... Elang bisa melukis sesuka hati sekarang.”
Elang kecil bersorak riang dan semua ikut bahagia karenanya.
Malam itu juga kakek dan nenek menemani Elang melukis.
“Melukis apa sih Nak?” Tetty segera duduk di sebelahnya. Sementara papanya dan kakaknya sibuk di ruang televisi.
“Anakmu ini mau jadi apa nanti Tetty?”tanya ayahnya.
“Gak tau, Elang kalau besar mau jadi apa?”
“Gak tau Ma. Elang suka melukis dan menggambar tapi sepertinya hanya hobi,” jawab anak itu polos.
“Lalu kalau begitu bagaimana kalau jadi arsitek saja?” usul neneknya.
“Arsitek itu apa Nek?”
“Arsitek itu yang buat gedung, mall, jembatan. Rancangannya mereka yang buat,” seru kakeknya Elang.
“Oh gitu. Apa arsitek keren? Nanti Elang pikirkan lagi setelah tanya papa deh.”
“Iya nanti saja, Elang kan masih kecil juga. Nah sudah mau jadi ya?”tanya Tetty.
Elang menggeleng.
“Belum Ma, ini wajah nenek dan kakek belum proporsional.”
Mendengar itu kakek dan neneknya hanya tertawa.
“Kami merasa lebih muda disitu,” ucap neneknya.
“Kan nenek dan kakek memamg masih muda. Kakek dan nenek akan terus sehat dan sering liburan ke Tanggerang ya kan?”
Kakeknya mengangguk.
“Doakan saja ya cah bagus.”
“Pasti Kek, wah sebentar lagi nih.”
“Oh ya, nenek sudah tak sabar nih.”
“Ih Nenek sebentar lagi loh.”
“Pak Buk, mending makan malam dulu, nanti sembari menunggu Elang,”usul Tetty.
“Iya Nenek dan Kakek makan malam dulu. Nanti selesai makan pasti lukisannya selesai,” sahut Elang.
“Ya udah Elang gak makan juga?” tanya nenek.
“Nanti biar Tetty yang ambilkan Bu,” seru Tetty segera beranjak ke dapur.
Di meja makan semua menceritakan tentang Elang yang selalu masuk ke dunianya setiap kali melukis.
“Anak seumuran gitu udah hebat lukisannya Elang,” seru kakeknya Elang.
“Mana tau nanti bisa jadi orang hebat,” jawab papanya Elang.
“Kalau itu pasti, Elang pasti akan menjaga nama baik keluarga. Dia anak yang baik,” jawab neneknya Elang.
“Ibu dan Bapak selalu memanjakan Elang, apa yang lain tak cemburu?”
“Anak kakak dan adikmu sudan sering koq kami belikan. Lagipula kami jarang kemari kan Tetty?”
Nenek Elang menaruh lauk ke piring suaminya.
“Tapi melihat Elang begitu Tetty sangat senang Bu.”
“Kelak biarakan saja Elang memilih mau kuliah apa dan jadi apa. Dia itu anaknya cerdas dan dewasa.”
“Saya juga tak mau mengekangnya Pak, Buk,” seru papanya Elang.
“Kami mah nurut aja Elang milih yang mana.”
“Itu baru benar. Bapak jugamau Elang hidup bahagia seumur hidupnya.”
Tettypun mengangguk. Lantas ia menoleh ke arah ruang tamu. Dan tak lama Elang segera berlari ke ruang makan.
“Kek ... Nek ... Lihat sudah jadi,” teriak Elang kecil dari depan.
“Elang, tak boleh mengganggu kakek makan,” tegur papanya.
“Maaf ya Kek, Elang ngak maksud gangguin makan.”
Kakeknya mengangguk.
“Gak papa koq. Orang kakek juga dah siap makan.”