Elang & Tragedi Trisakti 98

Siska Indah Sari
Chapter #17

Gelar Pahlawan Reformasi


Pagi itu menjadi babak baru bagi Bangsa Indonesia. Suharto telah berdiri di hadapan banyak reporter dan akan disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia di semua daerah bahkan hingga ke pelosok negeri.

Suharto memulai semua dengan bismillah. Setelah berembuk panjang dengan semua orang dan menyakinkan keluarga besarnya akhirnya ia tiba di titik ini. Sebuah titik dimana ia tak pernah menduga akan menjadi pilihan terbaik yang dapat ia lakukan.

Sementara seluruh rakyat Indonesia terutama para mahasiswa telah menunggu saat dan detik itu sejak lama.

“Bismillah. Hari ini saya memutuskan bahawa saya saya Suharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia. Keputusan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan. Jakarta, 21 Mei 1998.”

Pidato terakhir Suharto disambut dengan tepuk tangan dan euforia ara mahasiswa yang telah menunggu berhari-hari di depan gedung MPR.

Sementara Frankie dan Adny sendiri saat itu sedang bersama. Air mata Frankie tak kuasa tumpah menonton siaran langsug penguduran diri Pemimpin Orde Baru itu.

“Alhirnya Frankie. Akhirnya. Hidup Reformasi!!!” Teriak Adny.

Frankie dan Adnypun berpelukan sebagai suka cita atas hasil perjuangan mereka bahkan untuk itu sababat mereka harus berkorban nyawa.

Lang. Kita berhasil kawan. Pak Harto mundur Lang. Mimpi untuk Indonesia yang lebih baik akan segera terwujud. Kau pasti melihat dan tersenyum dari surga kan? Batin Frankie menengadah ke langit.

“Ayo Frankie kita rayakan hari ini,”ajak Adny.

Frankie dan Adnypun berladi bergabung dengan para mahasiswa lain yang bersotak dan bersyukur atas buah dari perjuangan dan penantian mereka. Reformasi bagi pemerintahan dan harapan baru bagi Bangsa Indonesia

Sementara Tetty, suaminya, Awangga dan kakak serta iparnya bersama memyaksikan siaran langsung pidato Suharto melalui televisi. Saat Sumpah BJ. Habibi disiarkan mereka semua berperlukan dan menangis.

“Akhirnya, akhirnya Pak Harto mundur juga,” isak Tetty dan disambut anggukan suaminya.

“Anak kita telah berkorban nyawa untuk hari ini Ma. Dan pengorbanannya tak sia-sia. Kini tugas kita hanyalah memperjuabkan keadilan untuknya, sebab tujuan pengorbananya telah terwujud kini. Elang pasti bisa pergi dengan tenang sekarang,”seru papanya Elang.

“Kak Elang pasti tersenyum melihat semua rekannya bahagia dan juga rakyat merayakan hari ini Pa, Ma,”seru Awangga.

“Sebuah jalan yang panjang akhirnya menemui hasilnya. Para mahasiswa yang tak kenal lelah memenangkan pertarungan ini dan dia yang berkuasa akhirnya paham bahwa ia tak dapat menolak kehendak rakyat,” seru kakaknya Elang. “Perjuangan dan pengorban adikku akan dikenang selamanya.”

Sementara itu setelah BJ. Habibi resmi menjadi Presiden ketiga Indonesia, Suharto memeluk dan menemuinya. Setelahnya ia menemui anak-anaknya yang telah menunggu di belakang sejak tadi.

“Pasti sulit Pak, Bapak telah melakukan yang benar meski saya sulit menerimanya,” isak Mbak Tutut. Suharto memghapus air matanya dengan lebih dulu melepaskan kacamatanya.

“Lihatlah kebahagiaan di wajah semua orang. Sudah waktunya Ndok, lelaki tua ini istirahat dari semua ini.”

Mbak Tutut dan yang lain segera membawa bapak mereka pergi dari gedung MPR. Dalam perjalanan Suharto melihat teriakan Reformasi yang disuarakan oleh para mahasiswa dan rakyat. Ia tahu bahwa setidaknya ia telah memutuskan hal yang benar jika itu adalah keinginan semua orang.

Bapak telah melakukan yang bsnat kan Bu? Kini Bapak hanya perlu menunggu waktu berjumpa lagi dengan Ibu. Batinnya megenang istri tercintanya.

Sementara semua rakyat menyambut gembira masa yang baru dan babak baru bagi Bangsa Indoneisa, semua orang larut dalam sukacita. Meski di sudut-sudut kamar masih banyak juga tangisan mengenang masa yang panjang bersama orde baru.


****

Setelah reformasi nyatanya kasus kematian Elang dan ketiga mahasiswa lainnya tidak juga terkuak. Meski pemetintah telah menjatuhi hukuman bagi bebetapa aparat yang dianggap terlibat dalam tragedi berdarah itu, namun tetap saja dalang kematian Elang tidak juga terungkap.

Tetty dan ketiga ibu korban lainnya kemudian menggagas acara Kamisan di depan istana presiden sebagai simbol perjuangan mereka menegakkan keadilan dan mengusut tuntas kasus yang menyebabkan hilangnya nyawa anak-anak mereka. Tetty bersama ketiga ibu lainnya pun saling berbagi duka dan pendertaan yang sama atas kehilangan besar dalam hidup mereka.

Namun nyatanya perjuangan wanita itu akan berlangsung lama dan tampak begitu sulit dan tak mudah. 

Frankie sendiri akhirnya berhasil meraih gelar sarjananya. Di hari wisudanya setelah merayakan bersama mama dan papanya ia kembali berziarah ke makam Elang sekalian untuk berpamitan.

“Hei kawan, aku berhssil. Semestinya kau memakai toga ini bersamaku Lang, namun aku mewakilimu mewujudkannya. Kau tahu kawan, setslah kau pergi aku belajar sungguh-sungguh sebab aku tahu kau akan marah jika aku menyia-nyiakan hidupku. Oh ya beberpaa kali aku juga main ke rumahmu. Mamamu memang mulai sekit sejak kau pergi. Namun aku berjanji sebisa mungkin aku akan sering berkunjung. Oh ya Elang. Kau pasti akan setuju dengan mimpiku kali ini. Hidup di Indonesia dengan damai adalah mimpiku, namun kenyataannya ini semua masih begitu berat maka aku memutuskan untuk merantau ke luar negeri. Kawan. Kau pasti setuju jika aku berkarir di luar kan? Tenang saja aku tahu kau akan bilang aku tak boleh lupa tanag air tercinta. Dan itu akan aku lakukan. Aku akan memulai bisnis yang membantu banyak orang Indonesia di luar negeri. Aku akan hidup dengan baik karenamu juga. Hari ini aku pamit tapi kelak aku akan datang lagi kawan.”

Frankie menaruh bunga di atas makam itu dan kemudian ia berdoa. Ia mengelus nisan itu dan hatinya kembali melemah. Dua tahun berlalu sejak kematian Elang, namun rasa sakit itu masih tetasa perih di relung hatinya.

Setelah dari makam Elang, Frankie datang ke rumah Elang.

“Tante,” sapa Frankie saat meliahat Tetty sedang menyapu.

“Frankie, wah kau sudah wisuda rupabya. Selamat ya. Awangga, Pa lihat siapa yang datang.”

Tak lama papanya Elang dan adiknya keluar.

“Astaga, Om hampir tak mengenalimu Nak, selamat untuk wisudamu,” ucap papanya Elamg yang tampak kurang sehat.

Lihat selengkapnya