Malam itu Frankie terbangun karena suara pesan yang masuk di handphonenya. Ia segera mengambil gawainya dan mengangkatnnya.
“Halo,” serunya.
Ia mendengarkan suara diseberang kemudian duduk di sofa dengan lemas.
“Innalillahi wainna ilaihi rajiun.”
Istrinya dan mendengar segera bangkut dari ranjang dan mendatangi suaminya itu.
“Kenapa Pa? Ada apa? Apa terjadi sesuatu? Siapa yang meninggal? Kenapa Papa seperti syok.”
Frankie menunduk dan kemudian meraih jemari istrinya.
“Itu telepon dari Awangga Ma. Tante ….”
“Awangga? Adiknya Elang? Sahabat Papa yang yang itu?”
Frankie mengangguk. “Awangga mengabarkan berita duka. Mamanya Elang baru saja menghembuskan napas terakhirnya.”
“Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Ya Allah. Jadi bagaimana? Apa Papa akan segera pulang ke Indonesia?”
Frankie diam dan memggeleng. “Papa sudah minta maaf ke Awangga dan bilang kita baru seminggu lagi bisa pulang ke Indonesia. Kita tak mungkin disana hanya sehari dua hari kan? Setelah menyelesaikan semua urusan disini barulah kita bergegas ke Indonesia.”
“Benar juga setidaknya kita harus seminggu disana. Papa pasti sangat sedih tidak bisa kesana langsung untuk terakhir kalinya.”
“Sangat Ma. Terakhir Papa berkunjung kesana setelah kita punya anak dulu. Ingat sudah sangat lama. Papa kadang rindu dengan semua masakan tante. Kesehatan tante memburuk sejak kehilangan Elang dan ditambah lagi dengan kepergian Om “
“Mama paham perasaan Papa. Dan mama juga mengerti apa yang dilalui olehtante. Siapapun ibu akan begitu Pa. Mama juga tak pernah membayangkan akan sanggup diposisi mamanya Elang itu. Anaknya direnggut darinya dan tak berselang lama suaminya menyusul. Pasti berat buatanya Pa.”
“Tante adalah wanita yang kuat, ia baik hati seperti putranya Elang. Dia selalu memasak masakan kesukaan papa jika papa singgah dan menginap disana. Dia menganggap papa seperti putranya sendiri dan begitu juga papa.”
“Papa yang sabar ya, kita doakan tante juga, kini ia sudah akan bertemu dan bersama putra dan anaknya. Dan kita, ayo kita urus kepulangan kita gar kita segera pulang kesana Pa dan berziarah.”
“Iya, Ma. Kita harus mengurus semua dengan cepat. Awangga pasti sangat sedih saat ini, hanya tersisa dirinya dan kakaknya saja kini.”
“Keluarga yang malang namun Allah mem mereka kekuatan diatas keluarga lainnya.”
“Mereka memang sangat kuat.”
Setelahnya keduanya segera melaksanakan sholat gaib untuk Tetty.
****
Lima hari kemudian Frankie mendarat di Indonesia bersama keluarganya. Ia meminta istrinya lebih dulu menemui mamanya, sementara dirinya akan pergi ke suatu tempat lebih dulu.
Saat ia tiba, ia bisa mengenali sosok itu meski telah berlalu hampir 15 tahun lebih lamanya.
“Kak Frankie??” Awangga langsung mendatanginya dan memeluknya.
“Kau bahkan bisa mengenali kakak?”
“Mana mungkin aku lupa.” Sejujurnya Awangga selalu merasa ia melihat sosok Elang ada di samping Frankie setiap kalia ia melihat sahabat kakaknya itu.
“Oh ya mari masuk Kak.”
Frankie memgangguk. Kini Awanggapun telah berumah tangga dan selama ini ia dan istrinyalah yang menemani mamanya hingga akhir usia.