Elang Angkasa: Perang Tahta

Kingdenie
Chapter #14

Cemburu yang Membakar

Tekanan dari Bang Jago membuat Angkasa semakin terasing dalam dunianya sendiri. Tawaran aliansi melalui pernikahan dengan Bunga adalah sebuah bidak catur yang tidak pernah ia perkirakan, sebuah langkah yang menempatkannya dalam posisi sekakmat yang sempurna. Setiap hari, ia merasakan tatapan Bang Jago yang seolah menagih jawaban, sebuah tekanan tanpa kata yang jauh lebih berat daripada ancaman Sindikat. Untuk melarikan diri dari pilihan mustahil itu, ia menenggelamkan dirinya lebih dalam lagi ke dalam pekerjaan, menjadikan markas mereka sebagai benteng sekaligus penjara.

Ia dan Bunga kini menjadi duo yang tak terpisahkan. Pagi hingga larut malam, mereka duduk berseberangan, membedah data, merancang proposal, dan membangun pertahanan korporat untuk CV Serigala Perkasa. Angkasa mengagumi kecerdasan Bunga, cara otaknya bekerja dengan begitu terstruktur, sebuah antitesis dari dunianya yang selama ini hanya mengenal insting dan kekerasan. Bunga, di sisi lain, terpikat pada ketegasan dan aura bahaya Angkasa yang tersembunyi di balik sikapnya yang kini lebih tenang. Di antara mereka, tumbuh sebuah ikatan yang didasari oleh kekaguman profesional, kebutuhan strategis, dan percikan ketertarikan yang tak terucap.

Dan Nova, ia adalah saksi bisu dari semua itu.

Setiap hari adalah sebuah ujian bagi hatinya. Ia akan kembali dari lapangan, dari kerasnya jalanan, membawa serta debu, keringat, dan masalah-masalah nyata yang harus diselesaikan dengan urat, bukan dengan otak. Dan setiap kali ia masuk ke kantor, ia seolah memasuki sebuah dimensi lain. Ia akan melihat Angkasa dan Bunga tertawa pelan membahas sebuah grafik di layar, atau mendengar mereka menggunakan istilah-istilah bisnis yang tidak ia mengerti. Ia merasa seperti seorang prajurit infanteri yang tersesat di markas para jenderal. Ia adalah masa lalu, sementara Bunga adalah masa depan.

Malam itu, kesabarannya habis. Ini adalah malam di mana retakan itu akhirnya pecah.

Nova baru saja kembali dari sebuah misi menegangkan di lapangan. Salah satu koordinator parkir mereka di Pasar Cipete diculik selama beberapa jam oleh preman-preman suruhan Sindikat, sebuah pesan intimidasi yang jelas. Nova, bersama Dika, harus turun tangan langsung, bernegosiasi di bawah todongan senjata api, dan berhasil membawa pulang orang mereka dengan selamat, meskipun dengan beberapa tulang rusuk yang memar.

Ia masuk ke ruang rapat dengan napas terengah-engah dan wajah yang masih tegang karena adrenalin. Di dalam, Angkasa, Bunga, dan Tio sedang berada di tengah-tengah presentasi. Bunga berdiri di depan layar monitor besar, dengan percaya diri menjelaskan sebuah strategi diversifikasi bisnis untuk membuka lini usaha cuci motor premium.

“...dengan proyeksi keuntungan sebesar 22% di kuartal pertama, ini akan memperkuat arus kas kita dan memberikan citra yang lebih profesional,” kata Bunga, suaranya jernih dan meyakinkan.

Nova berdiri di ambang pintu, menatap pemandangan itu dengan rasa tidak percaya. Di luar sana, orang-orang mereka diculik dan dihajar. Di dalam sini, mereka membahas soal cuci motor premium.

“Seru banget kayaknya rapatnya,” kata Nova, suaranya dingin memecah keheningan. “Gue ganggu, ya?”

Tiga pasang mata menoleh ke arahnya. Angkasa mengerutkan kening, melihat penampilan Nova yang acak-acakan. “Lo dari mana aja, Nov? Kusut banget kelihatannya.”

Lihat selengkapnya