Penemuan Dika adalah sebuah obor yang dilemparkan ke dalam ruang mesiu yang gelap. Untuk pertama kalinya sejak perang dingin dengan Sindikat dimulai, Lima Serigala memiliki sebuah target yang nyata, sebuah lokasi fisik yang bisa mereka sentuh: sebuah gudang tua di Ancol, sarang para petinggi Lingkar Emas. Foto Budi yang sedang tertawa angkuh di depan tempat itu terpampang di layar monitor utama di markas mereka, sebuah pengingat bisu yang membakar semangat sekaligus amarah.
Euforia itu, bagaimanapun, cepat digantikan oleh realitas yang brutal.
“Ini benteng, Ang,” kata Dika dalam rapat perang mereka keesokan harinya. Ia memaparkan hasil pengintaiannya dengan detail yang suram. “Penjaganya bukan preman biasa. Mereka bergerak seperti militer, terlatih, dan gue yakin mereka semua bawa senjata api. Kita serang langsung, kita bunuh diri.”
Angkasa mengangguk, ia melihatnya dengan jelas. Mereka tahu di mana musuh berada, tapi mereka tidak tahu bagaimana cara menyerangnya. Kekuatan fisik mereka tidak akan cukup. Ini adalah kebuntuan. Di tengah keheningan yang penuh frustrasi itulah, Angkasa sadar bahwa perang ini tidak bisa ia menangkan sendirian. Ia harus meminta bantuan dari kekuatan-kekuatan lain yang ia miliki, kekuatan yang selama ini ia anggap sebagai sumber konflik pribadinya.
Pilar kekuatan pertama yang ia hubungi adalah Aisha . Ia meneleponnya bukan lagi sebagai seorang pemuda yang patah hati, melainkan sebagai seorang komandan yang membutuhkan intelijen.
“Bu, saya butuh bantuan,” kata Angkasa langsung ke intinya. Ia mengirimkan alamat gudang dan nama perusahaan ekspedisi yang digunakan sebagai kedok. “Saya tahu ini berisiko, tapi bisakah Ibu mencari tahu apa pun tentang properti ini? Sejarahnya, pemilik resminya, status hukumnya, apa saja.”
Di seberang telepon, Aisha tidak bertanya mengapa. Ia tidak ragu. Suaranya terdengar tenang dan fokus. “Kasih Ibu waktu.”
Selama dua hari berikutnya, Aisha kembali menjadi seorang peneliti. Ia menenggelamkan dirinya dalam arsip-arsip digital badan pertanahan, catatan pajak properti, dan dokumen perizinan kota. Dengan ketelitiannya, ia menemukan apa yang Tio dan yang lain lewatkan. Gudang itu ternyata terdaftar atas nama sebuah yayasan amal yang sudah tidak aktif selama sepuluh tahun. Yayasan itu, setelah ditelusuri lebih jauh, memiliki dewan direksi yang diisi oleh nama-nama yang sama dengan yang ada di beberapa perusahaan cangkang Lingkar Emas. Dan yang paling penting, ia menemukan bahwa izin penggunaan lahan untuk gudang itu telah kedaluwarsa enam bulan yang lalu dan belum diperpanjang. Secara hukum, bangunan itu berdiri di atas tanah negara secara ilegal. Aisha telah memberikan mereka amunisi hukum, sebuah kelemahan di atas kertas yang bisa dieksploitasi.
Pilar kekuatan kedua adalah Bunga. Angkasa menemuinya di sebuah kafe, jauh dari kantor dan ayahnya. Ia menunjukkan foto Budi dan menjelaskan situasinya.
“Kita tahu tempatnya, tapi kita buta soal di dalamnya,” kata Angkasa. “Kita butuh denah bangunan, jadwal pergantian penjaga, sistem keamanan mereka. Apa pun.”