Elang Angkasa: Perang Tahta

Kingdenie
Chapter #22

Malam Terpanjang

"Sekakmat, Ang."

Bisikan kemenangan Budi terasa seperti racun yang merayap masuk ke telinga Angkasa, melumpuhkan setiap sendi di tubuhnya untuk sesaat. Kemenangan yang baru saja ia genggam hancur menjadi debu, digantikan oleh kengerian yang membekukan. Di saat yang sama, suara Tio yang panik dan terputus-putus meledak di earpiece-nya, menjadi musik latar bagi mimpi buruk mereka.

"Ang! Markas Tebet diserang! Mereka banyak sekali! Jebol dari atap dan ... Argh!" Suara Tio digantikan oleh suara benturan keras, lalu sunyi.

Keheningan itu lebih menakutkan dari teriakan mana pun.

"TIO!" teriak Angkasa, suaranya menggema di gudang yang dingin itu.

"Udah gue bilang, kan?" kata Budi, menikmati setiap detik kepanikan mereka. "Kalian semua udah telat."

Amarah yang dingin dan jernih akhirnya mengambil alih diri Angkasa, menyingkirkan semua keterkejutan dan keputusasaan. Ia menatap Dika dan Nova, tatapannya membara. Hanya ada satu pilihan: kembali.

"Ikat dia!" perintah Angkasa pada anak buah Bang Jago yang menahan Budi. "Kita kembali ke Selatan. SEKARANG!"

Perjalanan kembali itu adalah sebuah balapan melawan waktu di atas neraka bernama Jakarta. Dika memimpin di depan, motornya meliuk-liuk seperti peluru menembus labirin jalanan malam. Mereka tidak lagi melewati jalan-jalan utama yang terang, melainkan "jalan-jalan tikus" yang sempit dan gelap, memotong gang, melompati trotoar, mengabaikan lampu merah. Di belakangnya, Angkasa memacu motornya dengan kecepatan gila, pikirannya hanya terfokus pada suara Tio yang hilang dan bayangan markas mereka yang mungkin sedang dilalap api. Di telinganya, Nova, yang membonceng di belakangnya sambil memegang ponsel, terus mencoba menghubungi pos-pos mereka yang lain, namun yang terdengar hanyalah keheningan atau suara-suara pertempuran yang kacau.

Sementara itu, di markas mereka di Tebet, perang telah mencapai puncaknya. Tio, dengan kepala yang berdarah akibat serpihan kaca jendela yang pecah, telah membarikade dirinya di dalam ruang server. Bersamanya, Bunga gemetar ketakutan, namun menolak untuk meninggalkannya. Di luar pintu, terdengar suara dobrakan yang brutal dan teriakan-teriakan garang dari puluhan lelaki berjaket merah.

Lihat selengkapnya