Elang Angkasa: The Beginning

Kingdenie
Chapter #11

Lahirnya Lima Serigala

Sore itu, Angkasa dan teman-temannya berkumpul di parkiran minimarket, sebuah tempat yang baru saja mereka kuasai setelah mengusir geng preman sebelumnya. Angkasa duduk di samping Bapak Tukang Parkir yang sedang istirahat, menunggu kendaraan yang dititipkan keluar. Nova si Tomboy, bersandar di motor sambil memainkan ponselnya, sesekali melirik sekeliling dengan waspada. Budi, berdiri di dekat pagar, mengamati setiap orang yang lewat, seolah setiap wajah adalah potensi ancaman atau peluang. Dika, mengangkat kursi plastik untuk tempat duduk mereka, gesturnya santai namun tetap siaga. Sementara Tio, berdiri di samping Angkasa dengan ekspresi serius, bayang-bayang masa depan terlihat di matanya.

"Jadi, Pak ... " Angkasa membuka pembicaraan dengan Bapak Tukang Parkir  dengan nada penuh hormat. "Kira-kira berapa pendapatan harian dari parkir di sini?"

Bapak itu mengusap dagunya, berpikir sejenak. "Hmm ... biasanya sekitar lima puluh ribu sampai seratus ribu rupiah per hari, Nak. Enggak pasti, turun naik.”

“Cukup buat hidup sehari-hari, Pak?” tanya Angkasa lagi.

“Cukup enggak cukup ya dicukup-cukupin, Nak. Alhamdulillah, lebih seringnya cukup.”

Alhamdulillah .... Bapak setelah kejadian waktu itu sudah didatangi mereka lagi?”

“Didatangi yang minta jatah ya maksudnya, Nak?”

“Iya, yang minta jatahnya dinaikkan jadi gocap itu.”

“Belum sih, Nak. Tapi Bapak was-was terus ini jadinya, takut mereka datang dan Nak lagi enggak ada.”

“Nama saya Angkasa, Pak.”

“Iya, Nak Angkasa. Saya khawatir saat Nak Angkasa enggak ada mereka datang lagi ke tempat ini.”

Insya Allah tempat ini bagian dari perlindungan kami, Pak.”

“Wah, Bapak senang sekali mendengarnya,” kata Bapak Tukang Parkir dengan sebuah senyum bahagia tersemat.

“Bapak enggak keberatan bayar uang perlindungan kayak kemarin ke kalian, bayar dua puluh ribu setiap hari. Asal Bapak, dan tempat parkir ini dalam perlindungan.”

“Nah, bagus itu,” celetuk Budi yang ternyata menguping pembicaraan mereka.

Angkasa menoleh, dia memberi kode supaya sahabatnya sementara tidak ikut campur. “Kami enggak akan meminta sebanyak itu, Pak. Cukup goceng saja per hari.”

“Goceng? Maksudnya lima ribu, Nak?” Si Bapak memastikan apa yang didengarnya.

“Iya, Pak.”

“Setuju, Anak, Bapak setuju bayar lima ribu setiap hari,” kata si Bapak sambil mengulurkan tangannya ke Angkasa, untuk berjabat tangan tanda setuju. Pemuda itu menyambutnya dengan sebuah senyum lebar.

“Semoga di angka lima ribu rupiah per hari enggak memberatkan ya, Pak.”

“Enggak, insya Allah kalau segitu aman banget,” kata si Bapak seraya mengangkat jempol tangan kanannya. “Tapi kalian yakin duit segitu cukup buat berlima,” kata si Bapak sambil melihat ke arah teman-teman Angkasa.

Insya Allah cukup, Pak. Nanti dikalikan dengan jumlah tempat parkir yang bisa kita kuasai.”

Lihat selengkapnya