Elang dan Keris Emas

Didik Tri Hartadi
Chapter #6

Tantangan Terberat

  Pasport sudah jadi dan tiket sudah di siapkan oleh Dinda. Aku sampai terlebih dahulu di bandara, pesawat berangkat pukul 1 siang. Ini pengalamanku pertama kali naik pesawat terbang dan keluar negeri. Sedari dulu tidak pernah membayangkan bisa keluar negeri ataupun naik pesawat. Kalau saja Dinda ikut mungkin hatiku bisa tambah terhibur banyak, banyak penat di pikiranku yang belum terselesaikan. Mobil om Robert pun tiba, ketika om Robert turun dari mobil mataku melihat sosok Jonathan seketika itu aku terkejut. Kenapa dia tiba-tiba ikut apa dia mungkin tahu apa yang akan terjadi bahwa aku akan memberitahu om Robert. Hilang sudah kesempatan emas ini. ‘Lang, kamu baru sampai’ tanya Dinda. ‘iya Dinda udah 10 menitlah aku disini’. ‘bagus ini anak teladan’ canda om Robert.

Dengan pandangan dinginnya Jonathan tidak menyapa aku seperti ada yang direncanakan olehnya. Kamipun sudah di pesawat om Robert dan Jonathan duduk di bangku bisnis, aku bisa melihat mereka. Sesekali Jonathan melihatku ke belakang dan menatapku dengan tajam. Pesawat sudah mendarat, karena baru pertama kali naik pesawat akupun muntah, bikin malu saja aku. Kami di Singapura menginap 3 hari, malam ini ada acara makan malam dengan kolega om Robert di hotel kami menginap. Istirahatku sebentar di kamar hotel karena masih terasa agak pusing kepalaku. Tidak terasa aku tertidur nyenyak waktu sudah menunjukan pukul 6 sore makan malam pukul 7, aku langsung mandi dan bersiap-siap.

Om Robert mengajakku ke Singapura karena memang dia mau melihat aku berkembang, secara tidak langsung dia mengajariku bersosialisasi dengan klien, karena kata beliau untuk mengembangkan bisnis itu harus ada komunikasi agar klien berinteraktif dengan kita. Kebetulan kolega om Robert ini adalah salah satu importir mobil mewah juga jadi mereka seperti satu rekanan. Baik sekali om Robert kepadaku diam-diam memperhatikan kinerjaku. Tapi yang lebih penting adalah aku ingin memberitahu kejahatan si Jonathan namun sayang belum memungkinkan waktunya belum tepat. Acara makan malam pun telah tiba, ketika aku keluar dari dalam kamar hotel aku lihat Jonathan sudah berada di depan kamarku. ‘Lang, jas kamu belum rapi sini saya rapikan’. Dalam hati ku berkata ada apa ini dengan Jonathan tiba-tiba dia saja baik padaku.

Para kolega om Robert sudah ada di Resaturant mereka pun di temani oleh pada bodyguard yang besar dan tinggi-tinggi, seperti melihat ini semua seperti dalam film mafia. ‘om Robert menyapa mereka ’Good Evening everyone’. Kami pun makan malam sepertinya biasanya, sambil bercakap-cakap dalam Bahasa inggris, om Robert memperkenalkan diriku dengan para koleganya dan menceritakan kejadian diriku di minimarket. Jonathan dengan dingin menatapku dan bersenyum sinis kepadaku. Om Robert meminum segelas wine yang di sediakan oleh pramusaji. Om Robert jatuh ke lantai, mulutnya berbusa dan tangannya memegang lehernya sepertinya om Robert keracunan. ‘Call the Ambulance’ teriak koleganya.

Aku pun panik, lalu Jonathan menatapku dan menunjuk kearahku ‘he is a murder’ teriak Jonathan. ‘Jon, apa-apaan kamu?’Kilahku. ‘Kamu Elang yang merencanakan ini semua, kamu yang mengajak saya untuk membunuh om Robert’. ‘Jangan buat fitnah kamu Jon, saya tidak pernah ada niatan untuk membunuh om Robert’ jawabku. ‘ahhh pembohong kamu, coba periksa jasnya’. Kata Jonathan ke bodyguard om Robert. Dan benar saja ada botol kecil berisi cairan racun. ‘nah sudah terbukti kan Lang, kamu yang bawa racunnya’ tuduh Jonathan kepadaku. ‘Ini fitnah saya tidak pernah membawa botol cairan itu’. Lalu bodyguard om Robert memegang kedua tanganku seakan-akan dia mau mengikatku dengan sesuatu. Aku pikir ini adalah kejahatan yang sudah direncanakn Jonathan, dia tadi pura-pura merapikan jasku tapi ternyata dia memasukan botol racun itu ke sakuku tanpa sepengetahuan aku.

Kalau seperti ini mungkin Jonathan akan menang, aku yang akan menjadi tersangkanya. Nekat dipikiranku adalah lebih baik aku kabur saja. Aku pelintir tangan si bodyguard om Robert, aku tendang dibagian belakang pinggang dia, dakkkk dia terjatuh di lantai. Terdengar dari jauh sirene mobil ambulan menghampiri, ini saatnya aku lari. Bodyguard para kolega om Robert juga menghalangiku pertarungan terjadi, aku bertahan dan menyerang, sesekali aku terkena pukulan dan tendangan, aku timpa bangku di kepala bodyguard yang pertama dan yang kedua aku tusuk dengan pisau di bagian pahanya. Dengan berlari aku melompat dari satu meja makan ke meja makan yang lain dengan lincah aku menghindari dari kepungan security hotel. Akhirnya aku bisa menuju lobby pintu keluar hotel, tanpa pikir panjang aku terus berlari saja entah ke arah mana. Di negeri orang dan aku berbuat masalah, aduh aku tidak sangka.

Aku melihat ke belakang, mobil ambulan sudah sampai di hotel. Semoga om Robert baik-baik saja harapku. Jiwa Jonathan sudah dirasuki iblis perbutaanya sungguh sangat keji, ayah sendiri dia mau bunuh dan dia sengaja memfitnah diriku aku lah yang meracuni om Robert. Sepertinya aku sudah berlari sangat jauh tapi mungkin aku sekarang menjadi buronan di negeri ini, bagaimana aku balik ke Indonesia sedangkan pasportku masih di hotel dan itu tidak memungkinkan. Aku berjalan pelan sambil menahan lelahku sehabis berlari, terkadang bunyi sirene mobil polisi membuatku ketakutan, aku bersembunyi di balik pepohonan.

Terus aku berjalan dan larut malam sudah tiba, sambil terus berjalan berjam-jam aku melihat sebuah perkampungan aku pun kesana, aku melihat sekumpulan orang lagi pada bernyanyi seperti kelihatan orang Indonesia. Merakapun melihatku. ‘Maaf saya dari Indonesia, apakah kalian orang Indonesia?’ tanyaku sambil menahan sakit. Mereka tahu aku kesakitan dengan baik hatinya mereka menggotongku. ‘iya kami ada orang Indonesia dan sebagian Malaysia disini’ kata salah satu mas yang baik hati ini. aku langsung di taruh di sebuah kamar aku tidak tersadar dan akupun pingsan.

      Sudah siang hari aku terbangun terkejut, masih tidak percaya apa yang aku alami. ‘tenang mas, tenang’. Kata mas yang menggontong aku malam tadi. ‘Maaf mas merepotkan nama saya Elang, nama mas siapa?’ tanyaku. ‘Nama saya Supriadi saya orang jawa timur, mas Elang dari Jakarta?’. ‘iya mas Supri saya dari Jakarta, saya telah menjadi korban fitnah tadi malam’ kataku. Aku ceritakan semuanya tadi malam ke mas Supriadi sepertinya dia percaya akan ceritaku. Mas Supriadi adalah TKI di singapura dia sudah hampir 5 tahun kerja di Singapura.

Aku berharap dia tahu bagaimana aku bisa kembali ke Indonesia, dia memberitahu ada salah satu kawannya yang bisa aku kembali ke Indonesia melaui jalur laut dan itu resikonya sangat besar sering ada patroli polisi. Aku pun menyanggupinya daripada aku terus disini dan tertangkap polisi dengan fitnah yang di buat oleh Jonathan. Mas Supriadi memintaku uang sebesar 15 juta untuk perjalanan tersebut, aku menyanggupinya. Beruntung aku membawa dompet dan berserta Kartu ATM. Aku ambil semua uang ada di ATMku untuk persediaan.

Aku membeli topi dan kacamata agar wajahku tidak terlalu di kenali oleh petugas polisi kemungkinan aku sudah menjadi buronan disini. Aku langsung kepikiran Dinda, apa nanti dia percaya dengan apa yang terjadi. Jonathan bermulut manis dan dia pandai berkelit serta mengadu domba. Ini mimpi buruk buatku dan tantangan terberat dalam hidupku belum lagi dengan masalah-masalah yang lainnya. Kita sudah sampai di pelabuhan disitu ada kenalan mas Supriadi, mas Supriadi cuma hantar sampai pelabuhan saja selanjutnya aku melakukan hal ini sendiri.

Lihat selengkapnya