Elang dan Keris Emas

Didik Tri Hartadi
Chapter #7

Harapan Terang

Inikah rasa kematian, tenang dan damai. Wajah Dinda terlihat jelas, bu Darto, Roni, ayah dan ibuku melambai-lambai kearahku. Seakan mereka telah rela akan kepergianku. Baiklah aku sudah lega aku sudah tidak ada beban lagi. Lalu munculah bayangan wajah Jonathan dia tertawa terbahak-bahak sangat puas tertawa akan kekalahanku. Tidak jangan mati dulu, ada urusan yang belum selesai, aku tidak mau kejahatan menang di atas penderitaanku. Aku pun tersadar dan terkejut, cahaya lilin dan lampu kaca menyilaukan mataku, rasa sakit di sekujurku sangat menyiksa. Aku pingsan lagi aku tak sadar lagi.

Beberapa kenangan masuk ke dalam mimpiku yang panjang, saat bersama Dinda, nasihat-nasihat bu Darto teringang-ingang di kepalaku. Sayu-sayu suara lembut Dinda memanggilku dan terdengar suara sinis Jonathan, dengar suara dia aku pun terkejut dan terbangun dari mimpi indah menjadi buruk karenannya. Aku melihat sekeliling, ruangan yang remang hanya di hiasai lilin dan lampu kaca. Dimana aku, badanku pun terasa masih sakit. Ada beberapa bahan rempah-rempah yang menutupi lukaku. Kepalaku masih sangat pusing dan sangat lemas. ‘Sampeyan sudah sadar toh mas’. Tiba-tiba pria paruh baya menyapaku. ‘maaf mbah, saya dimana ya, kenapa saya ada di sini?’ tanya penasaranku. ‘kamu dirumah saya mas, kamu saya temukan di pinggiran sungai pas saya lagi cari ikan’. Jawab si mbah. ‘saya sudah lama di sini mbah?’ tanyaku lagi ‘kamu sudah 5 hari ga sadarkan diri, ini di minum jamu dan air putihnya biar sehat lagi’. Pinta si mbah.

Aku minum jamu yang sangat-sangat pahit hampir muntah aku dibuatnya. Aku rebahan dan istirahat lagi, badanku masih terasa lemas. Keesokan pagi aku terbangun, ada suara ayam yang sudah berkokok, aku pun bangun, aku lihat badan yang penuh luka ini sudah kering, wah hebat sekali ramuan si mbah ini sangat manjur sekali. Aku jalan ke pintu keluar aku lihat si mbah lagi memberikan makan ayam. Rumahnya gubuk tetapi sangat rapih dan nyaman aroma pagi nan segar terhirup. ‘sudah enakan bandanya mas?’ tanya si mbah. ‘iya mbah sudah agak segar badan saya’ jawabku. ‘namamu siapa mas?’. ‘nama saya Elang mbah’. ‘oo mas Elang, saya mbah Utaryo, kamu kenapa luka-luka mas, seperti habis berkelahi ya?’.

Aku bercerita semuanya dari awal ke mbah Utaryo, mbah Utaryo menyimak ceritaku dengan serius, sesekali dia mengangguk dan mengeleng-geleng kepala. Sambil bercerita kami pun sarapan, disediakannya aku ayam goreng dengan sambal dan sayur-sayuran, dengan lahap aku makan. Mbah Utaryo sudah hidup sendirian istrinya sudah meninggal dunia 10 tahun yang lalu, anak-anaknya sudah merantau mencari kehidupan baru. Mbah Utaryo bekerja sebagai petani dan ternak ayam seadanya. Tapi kelihatannya mbah Utaryo orang yang sangat rapi dan beliau bisa meramu obat-obatan tradisioanal untuk obat luar dan dalam. Keahliannya sudah di dapatkan turun menurun dari buyut-buyutnya, tapi sayangnya anaknya tidak satupun yang mau mengikuti jejaknya. Aku berada di desa yang sangat indah dan asri, hamparan sawah luas terlihat dari rumah mbah Utaryo. Damai rasanya disini penuh dengan ketenangan. Cerita aku bisa sampai dirumah mba Utaryo badanku di taruh di badan sapi, dengan kuatnya mbah Utaryo mengangkat berat badanku, hebat sekali si mbah. Terlihat dari postur tubuhnya yang terbilang masih cukup kekar. Sebagai rasa terima kasihku aku membantu mbah Utaryo membajak sawah, hingga aku belajar bercocok tanam. Dari situ aku paham bagaimana meramu obat tradisional.

Mbah Utaryo tidak pernah sakit tubuhnya selalu fit. Aku lihat terkadang di saat sudah larut malam mbah Utaryo seperti bermeditasi. Dari situ lalu ia mengerakan tubuhnya seperti jurus silat tetapi ini lebih pelan. Gerakannya luwes dan enak dilihat. Mbah Utaryo bercerita, sudah belajar dari buyutnya, dan mewariskan naskah-naskah kuno yang berisi gerakan-gerakan silat serta ramuan obat tradisioanal. Aku pun akhirnya meminta untuk di ajarkan oleh mbah Utaryo, mbah Utaryo tidak keberatan dia justru senang. Perlahan aku mengikuti gerakannya, terkadang aku padukan dengan gerakan silat yang di ajarkan oleh babe Dut hasilnya cukup membuat naluri bela diriku menambah. Warga desa disini sangat ramah denganku, mereka mau menerimaku. Hampir 2 bulan aku disini, aku belum tahu perkembangan terakhir tentang om Robert. Karna memang di rumah mba Utaryo tidak ada TV. Setiap malam jurus-jurus yang di ajarkan si Mbah makin sulit tapi aku dapat mengikutinya, salah satu kehebatanya adalah mampu menahan pukulan-pukulan benda berat dan senjata tajam. Ini yang di sebut tenaga dalam kata si mbah. Untuk mempejarinya aku harus fokus dan tidak memperbudakan diri kepada dunia.

Jiwa ini harus bersih dan tidak kotor, karna kalau tidak, tidak akan menguasai jurus terakhir ini. aku menyanggupinya, larut malam aku di bawa ke tepian sungai di tempat aku di temukan oleh si Mbah. ‘Mas Elang, mas harus berdiam diri sini, mas Elang harus menghilangkan jiwa-jiwa kotor dalam diri mas Elang, nanti akan banyak cobaan yang menghampiri mas Elang. Mas Elang, saya akan tinggalkan disini sendiri dan akan saya hampiri dan juga jangan melek jika waktunya sudah tiba’. Ujar si mbah. Ini adalah cobaan yang sangat berat tanpa harus ada makan dan minum.

Aku duduk bersila dan memejamkan mata bunyi langkah kaki si mba pun makin lama makin hilang kini fokus terhadap bunyi aliran sungai. Sungguh sangat hening, terdengar suara hembusan angin yang menggerekan pohon-pohon bamboo sesekali terdengar suara tangisan perempuan, ‘tolong mas, tolong mas’ suara lirih wanita. Aku berpikir siapa tengah malam begini yang meminta tolong. Tapi aku tidak boleh bergerak kata si mbah. Bulu kuduk ku pun berdiri, bau aroma bunga menyengat hidungku semakin lama semakin mendekat. Aku rasakan rambut panjang di area wajahku, aku berkeringat, aku gemetar. Sambil berbisik di telingaku ‘mas Elang ini Dinda mas, tolong aku mas, tolong’ Suara lirih wanita tapi aku yakin ini bukan suara Dinda. Terasa sentuhan dingin di tanganku. Tangan dingin itupun meraba ke tubuhku dan ke wajahku. Tangan dingin itupun mencekik leher ku dan terasa ada lidah yang menjilat di wajahku.

Lihat selengkapnya