Elatha

MAW
Chapter #4

Para Serigala Pewaris

Konservasi Suku Orlic, 12 Tahun setelah gerhana bulan merah.


Archie sedang bersama ayahnya, Tuari Odsar sang kepala suku. 

“Kau harus lebih fokus melatih fisik dan instingmu supaya kau cepat memiliki inkling.” Tuari mendesak Archie. 

“Umurmu sudah 12 tahun. Tidakkah kau pikir kau membutuhkan usaha lebih selain terus bermain dengan Jema?” 

Archie tidak berusaha menyembunyikan raut wajah kesalnya. 

“Ayah, bagaimana jika aku memang tidak dilahirkan untuk menjadi manusia serigala?” sontak kata-kata Archie ini memancing amarah Tuari. 

Kamari segera datang menengahi. Archie pergi meninggalkan rumah. Dia melewati Misae yang berdiri melipat tangan di dadanya dengan congkak dan menyeringai kepadanya. 

Misae benci melihat ayahnya terlalu banyak berharap kepada anak laki-lakinya. Seakan dirinya tidak cukup membuat keluarga Odsar bangga. 

Berhari-hari Archie mengurung dirinya di dalam kamar. Dan hanya satu orang yang bisa membujuknya. 

“Hai, Jema. Terima kasih sudah datang. Aku membutuhkan bantuanmu.” Kamari menyambut Jema yang baru saja memasuki rumahnya. 

“Kuharap dia baik-baik saja. Kupikir Archie sedang main ke kota. Aku tidak tau jika dia sedang ada masalah.” Jema memeluk Kamari yang sudah dia sayangi seperti ibu bagi dirinya. 

Kamari mengantar Jema menuju kamar Archie yang terkunci rapat.

“Aku akan menyiapkan muffin untuk kalian.” Kamira meninggalkan Jema.

Archie selalu ada untuknya. Bahkan di waktu-waktu tersulitnya. Dia adalah orang yang hangat dan selalu ceria. Jema benar-benar tidak menyangka Archie bisa marah seperti ini. Jema nampak berpikir sejenak. 

Tok.. tok.. tok..

“Archie, aku bersumpah jika kau tidak membukakan pintu untukku, aku akan…” 

Krek… 

Pintu kamar Archie langsung terbuka. Jema mengangguk puas. Baguslah, dia tidak perlu mengumpat. 

“Kau tidak boleh menyalahgunakan kekuatanmu sebagai manusia Elatha seperti ini,” kata Archie merajuk. 

“Jika ini menyangkut orang-orang yang aku sayangi, aku akan melakukan apa saja,” tangkas Jema. 

Jema masuk dan mengambil beberapa foto yang berjejer di atas lemari Archie. 

“Siapa ini?” Jema menyodorkan salah satu foto yang dibingkai pigura kayu hitam. 

“Eric. Pamanku. Adik ayahku. Dia sudah meninggal,” jawab Archie sambil menerima foto itu. 

Tuari muda dan adiknya Eric memamerkan hasil buruan mereka. 

“Oh, maafkan aku. Kau mengenalnya?”

“Hanya saat aku kecil sekali. Dia adalah Beta saat ayahku menjadi Alpha. Orang kepercayaannya. 

“Namun hal buruk terjadi saat ayahku memaksa mengambil keputusan yang sulit. Eric tidak punya pilihan lain kecuali tunduk kepada Alpha.” Archie menceritakan sebanyak yang bisa dia ingat. 

“Kurasa aku paham kenapa kau membenci ayahmu yang terus mendesakmu,” kata Jema sambil menarik kursi untuk duduk di sebelah Archie.

“Entah aku membenci ayahku atau membenci diriku sendiri.” 

Keduanya terdiam. Mereka hidup di dalam dunia yang tidak akan pernah bisa dibayangkan manusia biasa. 

“Berjanjilah untuk tidak lagi mengacuhkanku. Kumohon.” Jema memasang wajah yang imut untuk meluluhkan hati Archie. 

Lihat selengkapnya