Lintang berdiri di depan sebuah jendela lebar di sebuah kamar. Dia melihat pemandangan yang terhampar di depan matanya dari lantai dua sebuah rumah. Yang terlihat hanya bangunan-bangunan tinggi dan atap-atap rumah, orang yang sedang berjalan, dan berkendaraan di jalanan kampung, lampu kota yang kelap-kelip berpendar menyentuh langit Kota Solo yang gelap.
Dia membuka gawai yang ada di tangannya. Muncul foto seorang gadis cantik mirip Nina dengan dandanan yang lebih tebal. Dia menatap dalam diam foto gadis itu, lalu dibukanya kunci gawai. Dia membuka galeri. Dia menatap foto Nina yang sedang tidur di dalam kereta. Lintang sengaja mengambil diam-diam foto Nina. Senyumnya pun terbit.
"Gadis bodoh," gumamnya.
Sehabis asar sesuai dengan perjanjian dengan keluarga Mertodimerdjo, keluarga Pramodya datang untuk membicarakan masalah pernikahan dan klarifikasi mengenai kaburnya Ayu. Mereka naik mobil menuju rumah calon mertua Lintang. Mata Lintang menangkap sosok yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil membawa ransel besar. Dia tahu itu adik Ayu, si Nina, dari foto yang dikirim Ayu sehari sebelumnya. Mobil yang disopiri Lintang langsung berhenti begitu saja di pinggir jalan membuat ayah ibunya terkejut.
"Ono opo Tang?" tanya ibu Pramodya.
Lintang menoleh ke belakang melihat sosok berkerudung kelabu bergamis merah muda yang berjalan menjauh. Wajahnya serius.
"Bu, Pak, aku turun dulu di sini. Nanti aku jelaskan. Bapak Ibu ke rumah Pak Lik saja dulu," terang Lintang langsung keluar dari mobil.
"Kamu mau kemana, Le?" tanya Pak Pramodya.
"Nanti kutelepon," pamit Lintang yang tergesa-gesa berjalan mengejar si gadis berkerudung kelabu.
Orangtua Lintang heran dan bertanya-tanya dalam hati.
"Kenapa jadi seperti ini. Yang mau dijodohkan kok pada pergi, gimana sih?" ucap Pak Pramodya sambil geleng-geleng kepala.
Bu Pramodya juga tak bisa komentar apa-apa. Dia yakin anaknya memiliki alasan tersendiri. Padahal rumah keluarga Mertodimejo cuma beberapa meter saja dari tempat berhentinya mobil.