Raiko Kaito membuka matanya. Langit berwarna ungu tua menggantung di atasnya, dengan tiga bulan bertengger tenang di antara awan tipis. Hembusan angin terasa aneh—terlalu harum, terlalu hangat. Ia langsung tahu ini bukan tempat di mana ia seharusnya berada.
Ia ingat dengan jelas bunyi logam pesawat yang berderak saat kehilangan tekanan. Tubuhnya terlempar. Rasa sakit. Lalu… gelap.
“...Kau akhirnya bangun, ya?” suara lembut terdengar.
Kaito perlahan menoleh. Seorang gadis muda berambut emas duduk di samping tempat tidur dari jerami. Mata birunya bersinar dalam cahaya lentera kecil. Ia berada dirumah Elder Fael bersebelahan dengan kuilnya Elder Fael.
“Di… mana aku?” Kaito bergumam.
“Ini desa Eilra. Kau ditemukan tak sadarkan diri di dekat Sungai Arkan tiga malam lalu,” jelas gadis itu.
“Tiga malam...”
Tubuhnya berbeda. Lebih muda. Lebih ringan. Dia mendekap wajahnya, menyentuh kulit. Tidak ada bekas luka lama, tidak ada bekas jari yang pernah patah saat perakitan mesin. Ini... tubuh baru.
“Namaku Aria,” ujar si gadis. “Elder Fael yang menyuruhku menjagamu.”
“Aku… Kaito,” jawabnya, masih dengan suara parau. “Raiko Kaito.”
Tiga hari setelahnya, Kaito sudah cukup kuat berjalan berkeliling desa. Desa itu sederhana—rumah dari tanah liat, ternak berkeliaran, dan lentera minyak sebagai satu-satunya sumber cahaya di malam hari.
Saat matahari terbenam, desa tenggelam dalam kegelapan pekat.
“Tak ada listrik di sini,” gumam Kaito, menatap kabel yang ia anyam dari tanaman rambat. “Tak ada sistem sirkuit... hanya sihir.”
Namun ia tidak melihat siapa pun menyihir bola cahaya di malam hari. Malah, mereka menyalakan dupa dan mengucap mantra kuno sebelum tidur.
Malam keempat, ia berbicara pada Aria saat duduk di samping api unggun kecil ditengah tengah taman kuil.
“Kenapa kalian tidak memakai sihir untuk penerangan?”
Aria menoleh. “Itu dilarang di malam hari di sini.”
“Kenapa?”
“Karena malam adalah waktu roh penjaga tidur. Cahaya buatan akan membangunkan mereka.”
Kaito terdiam. Penjelasan mistis semacam itu terdengar seperti mitos... tapi di dunia ini, siapa yang tahu apa yang nyata?