Pagi hari di Svara Arx terasa lebih hangat dibandingkan pagi-pagi di desa Eilra. Cahaya matahari menembus kaca jendela penginapan tiga lantai yang mereka sewa di distrik kedua, tepat di balik Tembok kedua. Kaito terbangun lebih dulu, disusul Thane yang menguap lebar sambil menggeliat, dan Aria yang baru selesai mencuci wajahnya.
"Ayo, kita cari makan dulu sebelum ke serikat," kata Thane dengan penuh semangat.
"Aku ingin sesuatu yang panas dan pedas... eh, mungkin kare?" kata Aria sambil membayangkan mangkuk hangat.
Thane menuntun mereka menuju sebuah restoran kecil namun cukup terkenal di distrik tersebut. Dinding luar restorannya ditutupi tanaman merambat dan papan menu dari kayu, bertuliskan: 'Omra & Kruma – Rasa Utara yang Melekat.'
Mereka disambut oleh aroma gurih yang begitu khas. Seorang koki paruh baya bernama Gardon Truffe langsung menyajikan mereka sepiring omurais lembut yang dibalut saus merah gelap dan roti tipis hangat yang dicocol ke dalam kare kental berwarna kuning keemasan. Kaito hampir tak percaya. "Ini... seperti makanan Jepang," ucapnya dengan mata membulat.
"Benar juga!" Aria mencicipi rotinya. "Kare-nya... pedas, tapi lembut."
Mereka berdua makan dengan lahap, dan bahkan ingin tambah lagi. Bahkan Thane, yang terbiasa dengan makanan utara yang gurih dan asin, ikut tergoda dengan rasa fusion yang dibuat oleh si koki dari resep-resep yang ia pelajari dari pelancong asing.
Setelah makanan utama, mereka disajikan semangkuk es kepal cokelat krimi, disiram sirup buah beri utara dan ditaburi kacang giling.
"Ahh... ini nostalgia," ujar Kaito, menatap langit-langit, seolah kembali ke Tokyo sebelum ia naik pesawat naas itu.
Setelah kenyang, mereka pun berjalan menuju gedung besar bercat kelabu yang menjadi markas Serikat Pedagang dan Petualang Svara Arx.
Thane langsung melambaikan tangan pada resepsionis utama bernama Mirfa Veyra. “Mirfa, karena aku sudah mempunyai ID dari dulu. Mereka berdua yang ingin mendaftar juga,” katanya sambil menunjuk Kaito dan Aria.
“Baik. Silakan masuk ke ruang registrasi,” ucap sekretaris Mirfa berambut kelabu yang berdiri anggun. “Tuan Thane, silakan tunggu di meja yang telah disediakan sana.” Lanjut Mirfa.
Kaito dan Aria memasuki sebuah ruangan dengan dinding bata bata merah, dihiasi emblem serikat bergambar pedang, palu, dan gulungan dokumen. Mereka duduk di depan meja tempat sekretaris yang agak pemalu bernama Selene Frail, ia mulai mengisi formulir sambil mengajukan beberapa pertanyaan dengan sedikit gugup.