Matahari pagi Svara Arx memantulkan cahaya ke jendela kaca toko milik Kaito di zona ritel dan pasar.
Hari itu adalah hari pertama lima karyawan baru mulai bekerja.
Kaito sudah tiba lebih awal, memastikan semua stok tertata rapi.
“Pagi semuanya!” sapanya dengan nada penuh semangat.
Seorang pria bertubuh kekar bernama Derrick mengangguk sambil mengangkat peti.
“Pagi, bos,” jawabnya singkat.
Aria mengamati dua pegawai wanita, Lina dan Marsha, yang sedang mengatur rak peralatan listrik buatan Kaito.
Thane dan Sofia memantau dua lainnya, Torren yang cekatan di bagian administrasi, dan Kiel, pemuda pendiam yang lebih banyak memperhatikan daripada bicara.
Awalnya semua berjalan lancar, tapi di minggu kedua mulai ada gesekan.
Marsha mengeluh pada Aria bahwa Derrick sering mengambil keputusan sendiri tanpa izin.
“Dia seperti nggak mau dengar instruksi,” kata Marsha kesal.
Sementara itu, Derrick merasa Kaito terlalu banyak campur tangan.
“Aku ini mantan pengawas gudang, bos. Aku tahu cara kerja,” ucapnya dengan nada defensif.
Kaito menyadari masalah ini adalah soal kepercayaan.
Malam itu, dia mengundang seluruh karyawan makan malam di penginapan Bulan dan Laut.
“Aku tidak ingin hubungan kita seperti majikan dan budak,” kata Kaito membuka pembicaraan.
Derrick mengangkat alis. “Maksudmu?”
“Maksudku, kita semua tim. Tapi tim butuh komunikasi, bukan ego masing-masing.”
Torren mengangguk, “Aku setuju. Mungkin kita perlu aturan tertulis supaya jelas.”
Kaito lalu mengusulkan kode etik internal, berisi prinsip kerja adil, saling hormat, dan larangan memonopoli keputusan.
Semua setuju, termasuk Derrick, yang akhirnya minta maaf pada Marsha.