Hujan mengguyur kota Svara Arx sejak fajar, menutupi jalanan dengan kilau licin lampu kota. Langit kelabu terasa menekan, seakan membawa kabar buruk yang belum terucap.
Di dalam gedung pencatatan sipil, Kaito duduk di kursi kayu, menatap tumpukan berkas, terdengar suara tetes air dari jendela.
Sebagai bagian dari proyek penerangan dan distribusi listrik kota, ia sering mengakses data warga untuk menentukan distribusi energi.
Matanya terhenti pada sebuah berkas dengan nama Miriya Elvane. Sebuah catatan yang mencurigakan.
Data menunjukkan bahwa Miriya dulunya tercatat sebagai warga kelompok selatan, namun kini terdaftar sebagai warga kelompok utara. Tidak ada catatan resmi tentang proses perpindahan kewarganegaraan itu.
Kaito mengerutkan kening. Dalam situasi politik saat ini, perpindahan semacam itu jarang terjadi, walaupun utara membebaskan semuanya menjadi warga negara saat masuk kewilayahan ini, tapi tanpa alasan yang jelas ini cukup aneh.
Ia memanggil Miriya ke ruang arsip untuk berbicara secara pribadi. Hujan di luar menambah suasana tegang di dalam ruangan sempit itu.
"Miriya," Kaito memulai dengan nada tenang namun penuh tekanan, "aku menemukan sesuatu di berkas lamamu."
Miriya tersenyum tipis, pura-pura tidak paham. "Berkas apa, Kaito?"
"Tentang asal-usulmu. Kau dulu warga kelompok selatan. Kenapa pindah ke utara?" tanya Kaito langsung.
Miriya mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk merapikan rambutnya yang sedikit basah. "Itu masa lalu. Aku tidak ada urusan dengan selatan lagi."
Kaito mencondongkan tubuh. "Benarkah? Atau kau hanya ingin menghapus jejak masa lalumu?"
Miriya terdiam, lalu menghela napas. "Yang kulakukan hanya bertahan hidup. Selatan tidak pernah memberiku ruang untuk bernapas bebas."
"Lalu, apakah benar kau dulu adalah anak dari salah satu pejabat wilayah kelompok selatan?" tanya Kaito, nada suaranya seperti menusuk.
Miriya terkejut. Tetesan keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. "Dari mana kau dapat informasi itu?"
"Berkas tidak berbohong," jawab Kaito singkat.
Miriya hampir harus membalas pertanyaannya, namun tiba-tiba pintu ruangan terbuka.
Ukel, Gerva, dan Orvind—mantan rekan satu tim Thane—masuk ke ruangan, tatapan mereka tajam seperti siap menghadapi interogasi.
"Cukup, Kaito," kata Orvind, suaranya berat. "Miriya tidak tahu apa apa, dan dia lah yang menyelamatkan kami dulu."
Miriya memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar dari ruangan bersama Ukel, Gerva, dan Orvind, napasnya tersengal.
Kaito menatap kepergian mereka, dengan rasa curiga yang kini semakin tebal.