Malam itu, di penginapan 'Bulan dan Laut', keempatnya baru saja kembali dari perjalanan panjang di wilayah penyihir.
Rasa lelah bercampur lega membuat suasana kamar menjadi tenang, namun ketenangan itu hanya sesaat.
Di samping pintu kamar, kotak surat kecil tampak terisi oleh gulungan koran harian Svara Arx.
Thane yang pertama kali mengambilnya, lalu membentangkan lembaran dengan wajah kaget.
“Kalian harus lihat ini,” katanya lirih.
Berita utama menuliskan tentang stabilnya harga barang setelah pemerintah kelompok utara mengeluarkan kebijakan baru.
Namun stabilitas itu datang dengan harga mahal: pemotongan nilai koin dan efisiensi anggaran yang dinilai kontroversial.
Sofia mengernyit, menatap Kaito. “Kalau benar seperti ini… usahamu bisa terancam.”
Kaito terdiam, pikirannya berlari cepat membayangkan toko listriknya yang sudah punya cabang di Svara Arx dan Aldonia.
Jika anggaran terus dipotong, ia mungkin harus mengurangi upah atau bahkan mem-PHK pekerja.
Perasaan bersalah kembali menghantuinya, seakan semua ini bermula dari teknologi yang ia bawa.
Namun di tengah rasa sesak itu, ide baru perlahan muncul di kepalanya.
“Kalau mereka menekan dari sisi ekonomi… maka kita harus melangkah lebih maju,” gumam Kaito.
Aria menoleh, matanya memancarkan rasa ingin tahu. “Maksudmu, teknologi baru?”
Kaito mengangguk mantap.
Ia pun menjelaskan konsep gawai hologram yang dapat memunculkan gambar bergerak di udara.
Alat kecil itu bisa disentuh, bahkan berinteraksi, seakan-akan layar yang melayang di hadapan pengguna.
“Aku akan menyebutnya… laptop hologram,” ujarnya sambil menatap batu cahaya sihir yang ia bawa dari wilayah penyihir.
Batu cahaya itu akan menjadi inti teknologi baru yang tak bisa dengan mudah ditiru oleh selatan.
Aria tampak kagum, Sofia mencatat cepat dalam buku kecilnya, dan Thane hanya tersenyum samar.