ELEGI

Herabubbles
Chapter #6

MUNDUR TERATUR

Sudah satu minggu semenjak Jia pergi dengan Angga, Rainer tidak pernah lagi mendapati Jia menghampirinya untuk sekedar ngomel atau bercerita.

Entah apa yang terjadi, entah apa pula yang Angga katakan hingga Jia sekarang terasa menjauh darinya.

Seperti saat Rainer sekarang ini duduk di sofa sengaja menunggu Jia pulang kampus. Dengan sekotak martabak kesukaan Jia yang Rainer sengaja mampir saat selesai meninjau tempat proyeknya.

Namun saat pintu terbuka dia hanya mendapati Dila. Tidak ada Jia.

"Baru pulang Dil?" Sapa Rainer yang masih berharap Jia menyusul masuk di belakang Dila.

Dila duduk di depan Rainer, menaruh tas ranselnya menghela nafas merasa lelah.

"Jia nggak balik sama gue." Seolah dapat membaca gerak-gerik mata Rainer yang bertanya padanya tapi matanya terus melihat pintu masuk.

"E-ehh..."

"Gue tahu lo mau nanya Jia kemana kan? Dia tadi pergi sama Angga, katanya mau ada misi penting, palingan makan berdua, atau kalau nggak nonton horror yang baru tayang di Bioskop."

Seperti tertangkap basah, Rainer jadi salah tingkah. Pura-pura acuh padahal mendengarnya membuat dia sedikit kecewa.

"Gue nggak nanya." Katanya ketus untuk menutupi rasa kesal dan malunya.

Namun biar Dila ini sedikit kurang pada akademiknya dia tidak cukup bodoh untuk menyadari situasi antara Rainer dan Jia.

Sebut saja saat Dila tidak sengaja melihat Rainer diam-diam mencucikan piring bekas Jia makan mie agar wanita itu tidak dimarahi Oma. Atau saat Dila lagi-lagi tidak sengaja melihat Rainer menaruh tolak angin di tas Jia kala wanita itu akan berangkat kuliah, karena Rainer tahu Jia ada kelas malam dan sering langganan masuk angin.

Dila ada disana. Tapi benar kata orang, kalau lagi dimabuk cinta orang lain dianggap tidak ada. Tenang...Dila memang ngontrak kok di bumi milik Jia dan Rainer.

"Lo mau sampai kapan pura-pura kayak gitu? Gue tahu lo suka kan sama Jia?"

Rainer terperanjat dari tempatnya panik. "Hah? Ngaco! Nggak mungkin lah gue suka."

Dila tertawa sinis. Menggeleng kepalanya pelan merasa semakin curiga.

"Terus ini martabak apaan? Ini kan kesukaan Jia? Seinget gue Jia pernah bilang lo nggak suka manis waktu Jia nawarin lo browniese Oma? Jadi ini buat siapa kalau bukan buat Jia? Buat gue? Nggak mungkin banget!"

Dila menggoda. Lagipula, Dila akan turut senang kalau ternyata Rainer benar menyukai temannya itu, bagaimanapun Dila menjadi saksi sendiri bagaimana Rainer memperdulikan Jia secara diam-diam.

"Sekotak martabak nggak bisa membuktikan asumsi lo Dil."

"Apa perlu gue sebut satu-satu?"

Mata Rainer menilik mata Dila mencari maksud dari perkataannya.

"Ok, kalau lo bilang martabak doang nggak bisa membuktikan asumsi gue..."

Jeda sejenak. "....Waktu Jia nangis di pinggir kolam karena dimarahi Oma, lo sengaja berdiri di pintu biar orang lain nggak ada yang ganggu Jia kan? Atau waktu lo pura-pura gak ada signal dan pindah ke meja makan buat nemenin Jia masak mie, karena lo tahu Jia suka takut kalau malem-malem ke dapur sendirian."

Telak. Rainer tidak bisa mengelak. Dila biarpun terlihat cuek dan masa bodoh, dia termasuk orang yang suka diam-diam memperhatikan tiap-tiap penghuni kost. Semua gosip bahkan rahasia orang-orang disana Dila hampir tahu semua.

"Menurut lo itu adalah rasa suka?"

Rainer sempat mengelak karena dia pikir hal-hal yang dilakukannya berdasarkan rasa Iba. Karena Jia adalah penopang semua orang namun tidak punya topangan. Maka, Rainer merasa dia ingin menjadi topangan untuk Jia.

"Rain...Rain...Gue pikir Arsitek kayak lo pinter-pinter semua, otak lo udah kesumbat apa gimana? Menyadari perasaan lo aja lo nggak bisa."

Sekarang Rainer telah mendapat validasi perasaannya. Ternyata sia-sia dia bertanya pada google hingga history nya semua menampilkan Ciri-ciri orang jatuh cinta atau Bagaimana sikap orang saat jatuh cinta?

Semua sudah dijawab Dila. Rainer menyukai Jia.

"Gue nggak bisa interfensi perasaan orang lebih jauh, tapi kalau lo butuh bantuan dari gue lo bisa inget kalau gue lagi pengen banget Album penyanyi Kpop kesukaan gue?"

Yaaaah tidak ada salahnya kan sambil usaha? Toh, Rainer ini kaya raya, jam tangan Rolex yang selalu bertengger di lengannya atau sepatu keluaran designer ternama yang mejeng di rak sepatu depan sudah cukup memberitahu statusnya.

"Lo pilih sendiri albumnya, nanti kasih gue tagihannya aja."

Lihat selengkapnya