ELEGI CINTA SANG PENDOSA

Ronie Mardianto
Chapter #3

Sebuah Keputusan

Rio memarkir mobilnya di tempat biasa. Tukang parkir disana sudah mengenalnya dengan baik. Selembar uang dua puluh ribu cukup membuatnya disegani ditempat itu. Hanya sedikit mobil yang datang ditempat itu. Bahkan kadang sampai dia pulang, hanya mobilnya sendirian yang parkir disana. Yang lain hanya motor-motor yang juga bukan motor bagus.

Memang yang datang ke tempat itu hanyalah orang-orang berkantong tipis. Sekedar untuk melepas syahwat dan tak lama kemudian pergi. Rio hanya bosan saja datang ke tempat dimana ada perempuan dengan pakaian seksi tapi harganya mahal. Padahal apa yang mereka suguhkan sama persis.

Sebenarnya ini bukan tempat yang dia suka untuk didatangi. Hanya saja dia sedang berusaha untuk memperjuangkan usahanya yang menjual produk pakaian dalam perempuan. Membuat website, lalu menampilkan produk-produk beraneka ragam dimana dibutuhkan tubuh yang cocok dengan harga yang bukan harga foto model.

Sudah dua hari berturut-turut dia datang, tapi tak bertemu dengan Inggrid. Perempuan muda yang baru dua tahun lulus SMA. Rio melihat ada yang berbeda dari Inggrid. Dia tidak seperti perempuan yang ada di lokalisasi ini pada umumnya. Dia tidak pernah merayunya atau siapapun yang datang ke café tempatnya bekerja.

Rio mengincar Inggrid, agar gadis ini mau menjadi model untuk produk pakaian dalamnya. Dia kecewa dengan perempuan-perempuan yang sudah dia ambil gambarnya dengan pakaian dalam. Memang mereka tidak ingin foto-foto mereka terlihat bagian wajahnya, hanya karena malu wajah mereka muncul dengan pakaian dalam, tapi dia membiarkan tubuhnya dijamah dan dinikmati sekian banyak lelaki. Bahkan karena itu sekarang mereka malah menjadi naik kelas. Tak lagi mau datang ke lokalisasi pinggir rel yang gelap dan kotor itu.

Kali ini dia sengaja menunggu Inggrid datang ke café tempat dia bekerja, dan kali ini dia sudah melihat Inggrid ada disana. “Hallo…” sapa Rio dengan senyum manisnya.

Inggrid tersenyum kepadanya. Sejenak dia menatap Rio dan memperhatikan lelaki ini. Cakep juga. Sayang, lelaki yang datang ke lokalisasi pastinya bukan lelaki baik.

Mendapat senyum dari Inggrid hatinya langsung berdebar-debar. Dia benar-benar terlihat cantik.

Dengan celana jeans murahan yang tidak terlalu ketat dan kaos yang longgar, Inggrid tampak begitu cantik dan segar.

Saat Rio ingin mulai mendekat tiba-tiba saja Asrofi masuk dan segera berbisik pada Inggrid. Dia melihat Inggrid tampak panik dan keduanya segera pergi. Rio menyusul dan berusaha mendekat. “Paman, ada yang bisa kubantu?”

“Ibuku musti dibawa ke rumah sakit. Kamu bisa bantu?” Inggrid yang menjawab.

“Tentu.” Rio langsung mengajak keduanya ke mobil dan menjemputnya ke rumah Inggrid.

Dari kejadian itu Rio jadi semakin tahu tentang Inggrid. Dia tidak sama dengan yang lain. Dia bukan pelacur. Dia anak Marlina, si pelacur tua. Mereka tinggal di lingkungan kumuh dan sangat tidak sehat. Belum lagi dia bekerja di lokalisasi pinggir rel kereta api yang kalau siang hari pasti terlihat kondisinya adalah ada disekitar tempat pembuangan sampah.

Masyarakat sengaja membuang sampah disana untuk membuat tempat pelacuran murah meriah itu menjadi tempat yang tidak nyaman. Walaupun begitu, tempat itu tak pernah sepi dari pengunjung yang sekedar mencari kebutuhan sex. Mereka yang datang biasa menyebut tempat itu sebagai wisata rohani.

Lihat selengkapnya