Pagi-pagi sekali pintu apartemen Rio sudah diketuk oleh Yori, sahabat rasa keluarga bagi Rio. Keduanya lahir hampir bersamaan. Sejak kecil mereka selalu bersama. Hanya setelah lulus SMA keduanya jadi lebih sering berpisah. Tapi ketika ada waktu tak mungkin mereka lewatkan untuk melakukan hal-hal seru bersama-sama.
Ayah Rio adalah asisten pribadi dari Pak Irawan, ayah Yori. Dia melakukan pekerjaan yang sangat berbeda dengan pekerja kantoran. Tugasnya yang paling utama adalah menjaga keselamatan Pak Irawan, sampai tugas sebagai supir bahkan membuatkan kopi. Dua buah pistol selalu tersimpan rapi dibalik jasnya. Untungnya, selama puluhan tahun, dia tidak pernah sekalipun menggunakan pistol itu untuk menembak. Walau begitu, dia wajib melatih kemampuan tembaknya seminggu dua kali.
Irawan bukanlah orang sembarangan. Dia adalah salah satu raja properti di Indonesia yang masuk dalam daftar seratus orang terkaya. Berawal dari kakeknya yang menjadi asisten pribadi, lalu digantikan oleh ayahnya, itulah keluarga Rio sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga besar Irawan. Bahkan ketika sekolah dulu, banyak orang yang begitu bersikap hormat ketika mereka mengira Rio juga termasuk dalam keluarga Irawan.
Setelah lulus sekolah menengah atas, Yori melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi. Sementara Rio lebih memilih untuk membangun usaha dengan modal dari ayahnya. Dia mencoba beberapa usaha dan gagal berkali-kali. Yang paling menguntungkan baginya dan tak lagi tergantung dengan uang dari ayahnya adalah Fitness Center. Kemudian bersama temannya yang jadi anggota di salah satu club fitness centernya mendirikan sebuah Rumah Mode dengan produk pakaian olah raga dan pakaian dalam. Itulah sebabnya untuk biaya foto modelnya Rio masih belum berani menggunakan model-model yang berbiaya mahal untuk satu sesi pengambilan gambar. Dia lebih memilih untuk mencari perempuan-perempuan muda yang kulitnya mulus tidak bertato untuk dijadikan model.
“Kenapa kesini?” Tanya Rio setelah pintu apartemennya dia buka. “Kamu pasti lagi gak punya duit.”
“Hei… sopan sedikit kalau bicara.” Yori tertawa sambil melangkah masuk mengikuti Rio menuju Sofa. “Aku rasa sekali-kali aku harus coba ke tempat murahan itu.”
Rio terkejut. “Kenapa tiba-tiba kamu jadi mau kesana?”
“Aku mau buktikan ucapan kamu.” Yori bicara sambil berpindah duduk kesamping Rio. “Ayolah… sekali-kali, aku pingin tahu rasanya perempuan disana itu yang cuma seharga kopi kita.”
Keduanya terbahak-bahak.
***
Inggrid masuk kedalam rumah dengan lelah. Masih pagi dan ibunya masih di rumah sakit. Sebentar lagi Seruni akan menggantikannya menunggui Marlina.
“Kamu makan dulu sana…” Kata Seruni yang duduk berdampingan dengan Inggrid.
Asrofi memandang Inggrid yang terlihat duduk diam termenung. “Kamu kenapa?”
Inggrid mencoba tersenyum. “Paman…”