Yori duduk santai ditepi ranjang, tersenyum sendiri melihat tingkah Inggrid yang kebingungan. Dia semakin yakin kalau Inggrid memang benar belum pernah melakukan ini sebelumnya. Sengaja dia membiarkan Inggrid kebingungan, lalu tiba-tiba Inggrid melangkah mendekatinya.
“Kamu punya bir? Anggur? Atau…” Inggrid bingung dan benar-benar ketakutan.
“Buat apa?” tanya Yori santai.
“ehm…” Inggrid meremas jari-jarinya sendiri, “katanya kalau pertama kali akan terasa sangat sakit. Mungkin kalau aku mabuk, aku tidak akan merasakan sakit.”
Yori tertawa terbahak-bahak, lalu dia mulai bicara serius. “Aku tidak suka tidur dengan perempuan mabuk.”
“Ooh…” Inggrid menggigit bibirnya. “Begitu ya…”
“Ya.” Jawab Yori dengan sangat yakin.
“Bagaimana kalau matikan lampu.”
Yori menggeleng. “Aku juga tidak suka.”
“Tapi aku janji, aku tidak akan kasar.”
“Ok…”
***
Sementara itu di ruang tengah Rio mengantarkan secangkir kopi panas untuk Asrofi. Terlihat jelas sangat tegang wajah Asrofi dan sesekali menoleh ke arah pintu kamar dimana keponakannya masuk. Dia ingin sekali Inggrid segera keluar dari kamar itu dan dia membawanya pulang.
“Terima kasih.” Asrofi menerima cangkir kopi dari Rio.
Sebenarnya diam-diam Rio juga sering melirik ke arah pintu itu. Dia juga sama, ingin Inggrid keluar cepat dari pintu itu. Walau dia merasa kecewa kenapa Inggrid malah menjadi pelacur seperti perempuan-perempuan di lokalisasi itu.
Rio memperhatikan Asrofi yang tak berhenti untuk terus melirik ke pintu itu. Dia merasa kasihan padanya.