Di kamar Asrofi bersama Seruni. Dia kebingungan dan mengeluh tentang Inggrid. “Apa yang harus aku lakukan?”
“Lakukan saja. Carikan tamu untuk Inggrid orang-orang yang sudah tua.”
“Kenapa harus begitu?”
“Orang-orang yang tua itu tidak punya tenaga yang terlalu kuat. Badannya akan jauh lebih sehat, daripada dia terima tamu orang-orang muda.”
Asrofi memandangi Seruni.
“Jangan pandangi aku seperti itu. Kamu tahu aku sebelum jadi istrimu, jadi aku tahu persis yang dibutuhkan tanpa banyak keluar tenaga. Jangan lupa, tamu tua lebih banyak uang dan tak banyak menuntut.
“Sebenarnya sangat banyak yang menghubungiku untuk bisa kencan dengan Inggrid. Aku abaikan mereka semua. Sekarang Inggrid malah mau cari sendiri tamu untuknya. Semua dia lakukan untuk Marlina.”
“Kasihan anak itu. Sebaiknya jangan ditunda. Semakin cepat dia lakukan ini, semakin cepat dia berhenti jadi pelacur.”
“Dulu dia hanya melakukan sekali untuk bayar hutang. Lalu Marlina sakit lagi. Inggrid jadi berpikir lagi untuk jadi melacur. Ya Tuhan…”
***
Di kamar sebelah Inggrid tidur bersama Marlina. Marlina menatap anaknya yang sudah tertidur pulas. Dia memandanginya agak lama, terdiam, lalu mulai menitikkan air mata. Marlina merasa bangga dengan anaknya. Bagi Marlina Inggrid telah sukses dan dia jauh dari dunia prostitusi. Dia telah benar-benar jauh dari lokalisasi. Hidup lebih normal. Kerja siang dan tidur malam. Sesekali kadang Inggrid ada pemotretan dan Asrofi mengawalnya kemanapun. Setidaknya itu yang Marlina tahu tentang Inggrid.
Kini dia tinggal di apartemen yang kecil tapi bersih. Ini jauh lebih baik daripada harus tingal di rumah kontrakan dimana setiap bulan dia khawatir kalau uangnya belum cukup untuk bayar bulanan.
***