Irawan mempersilahkan Inggrid untuk makan. Tidak ada ritual berdoa dulu sebelum makan, dan Irawan mengambil semua hidangan langsung dengan tangan. Inggrid mengikutinya. Irawan memperhatikan Inggrid. Dia melihat anak ini canggung dan ketakutan, dan dia berusaha untuk mengatasi itu. Ketika makan Inggrid benar-benar diam dan hanya makan. Yori pun diam memperhatikan keduanya. Dia sangat ingin tahu apa yang akan ayahnya katakan tentang Inggrid. Setidaknya Inggrid tampil cantik malam ini. Setelah selesai makan Inggrid berusaha ikut membereskan piring-piring yang kotor tapi Irawan melarangnya.
“Biarkan pembantu yang membereskannya.”
“Baik Pak.”
“Kalau kamu mau membereskan make up atau mau kebelakang, silahkan saja.”
“Tidak usah.” Inggrid menggeleng.
Tidak biasa. Irawan menebak Inggrid akan memperhatikan penampilannya. Seperti semua perempuan yang pernah makan bersamanya di restoran atau ketika jamuan makan, para perempuan akan berebut ke belakang hanya untuk menambah bedak dan lipstick.
“Kalau begitu sekarang kita bisa ngobrol dengan lebih santai. Aku punya banyak pertanyaan untuk kamu, dan jawablah dengan jujur.”
“Baik Pak.” Inggrid mengangguk.
“Aku akan beri tahu kamu. Aku ini orang kaya. Terakhir aku cek aku masih ada di daftar seratus orang terkaya,”
Inggrid terkejut mendengarnya.
“Kenapa kamu sampai terkejut seperti itu? Memangnya kamu tidak tahu?”
“Ketika di studio aku sempat ngobrol dengan fotografer dan karyawan disana. Mereka bercerita tentang Rio dan Yori. Mereka sahabat dekat dan sudah seperti saudara. Lahir berbarengan, dan besar bersama. Yori anak orang kaya, dan Rio anak dari pengawal Bapak. Tapi saya tidak mengira kalau keluarga Irawan sekaya itu.”
“Biar aku jelaskan padamu. Kami ini berbeda dengan orang-orang kaya yang mungkin kamu kenal atau bahkan yang kamu bayangkan. Tidak perlu bicara orang lain. Mari bicara tentang aku saja. Sebagai orang kaya, sejak Yori kecil, aku menjaga anakku dengan sangat protektif. Sampai dia SMP dia tidak pernah pergi tanpa pengawal. Lalu setelah dia masuk SMA bersama Rio, dia mulai merasa risih dengan para pengawal itu. Aku menyuruh mereka menjauh. Dan sampai sekarang, kemanapun dia pergi, dia akan selalu diawasi dan dijaga. Seandainya ada yang mengganggunya, mereka akan segera datang.”
Inggrid mengangguk-angguk takjub.
“Si Rio yang sekarang jadi boss kamu itu, sejak kecil dia dilatih beladiri. Segala macam dia pelajari. Dan kalau sedang bersama Yori, aku merasa aman, karena dia juga sudah tahu apa tugasnya.”
Inggrid menoleh pada Yori karena dia seperti terlihat kaget.
“Untuk urusan keuangan. Berapapun uang yang keluar dari rekeningnya, dari kartu kreditnya, aku juga bisa langsung tahu. Aturan kerahasiaan bank tidak berlaku untuk orang-orang seperti aku.” Irawan tertawa.
Inggrid merasa tidak nyaman. Ini bukan perkenalan, ini adalah tekanan.
“Aku sudah memperkenalkan diriku, sekarang aku ingin mengenal kamu nak…” Irawan tersenyum padanya, “Ku mohon jangan berbohong atau ada yang ditutup-tutupi. Aku mau kamu bercerita tentang keluarga kamu, dan pekerjaan kamu selain menjadi model.”
Inggrid menoleh pada Yori. Yori pun terlihat tidak merasa senang.
“Pa, aku tidak perduli apapun Inggrid, kita tidak butuh masa lalunya, aku mau dia jadi istriku, dan kami akan baik-baik saja.”
Inggrid semakin terkejut. Tadinya dia mengira Yori mengajaknya kesini untuk diperkenalkan sebagai teman lalu menjadi pacar. Ini terlalu serius.