Seruni mengajak Inggrid sebentar keluar dari apartemen. Inggrid mengikuti saja.
“Hari ini waktunya ibumu ke rumah sakit. Perutnya sudah membesar lagi, kita tidak boleh menunggunya sampai terlalu sakit. Karena kamu hari ini ada pemotretan, kamu serahkan saja semua sama Bibi.”
“Tentu saja Bi, Paman kemana?”
“Pamanmu sedang ambil nomor antrean untuk ibumu.”
“Mumpung paman kamu sudah pergi, Sekalian Bibi mau ngobrol sama kamu.”
Inggrid tertawa. “Apa ini penting sekali sampai harus nunggu paman pergi dan keluar dari apartemen?”
Seruni tersenyum dan bicara hampir berbisik, “Iya, aku punya permintaan sama kamu. Tapi ini rahasia kita, ibumu juga jangan sampai tahu.”
“Apa ini serius?”
Seruni berkata, “Aku siap jadi donor untuk ibumu.”
“Hah!” Inggrid terkejut bercampur senang. “Bibi serius.”
“Iya, Bibi sudah cek dokter. Semuanya dicek dan cocok. Kamu tahu kan walaupun bibi ini… kamu tahu laaah ya… tapi Bibi kan tidak merokok dan minum alkohol.”
“Ya Tuhan…” Inggrid memeluk Seruni dengan sangat erat sampai menangis.
“Tapi Bibi punya permintaan dari kamu.”
Inggrid sudah sangat senang. “Apa Bi? Bibi mau minta apa?”
“Boleh nggak uang yang sudah kamu siapkan untuk pendonor itu buat Bibi?” Seruni tersenyum malu-malu. “Kamu tahu laaah, Bibi kan juga pingin punya duit banyak.”
Inggrid langsung setuju. “Boleh Bi, nanti aku akan kirim ke rekening Paman.”