ELEGI CINTA SANG PENDOSA

Ronie Mardianto
Chapter #21

21 - ANCAMAN

Inggrid menelpon Asrofi. “Paman, Paman ada dimana? Bisa pulang sekarang.” Suaranya masih bergetar.

“Aku di rumah sakit menemani ibumu. Istriku sedang…”

“Paman pulang sekarang juga.”

“Baik, baik…:

Inggrid gelisah dan ketakutan. Dia hanya mondar-mandir sambil melirik ke pintu. Tak lama kemudian Asrofi datang, Inggrid yang merasa takut langsung menubruk dan memeluknya sambil menangis. “Ada apa nak?”

Lalu Inggrid menceritakan apa yang baru saja di alaminya ketika di hotel bersama Yori.

“Ya Tuhan.”

“Aku takut Paman, aku takut. Aku takut mereka akan lakukan yang lebih kejam lagi.”

“Jadi mereka itu orangnya Pak Irawan?”

Inggrid mengangguk.

“Salah satunya bernama Bram. Ayahnya Rio.”

Asrofi berpikir, apa kira-kira yang akan mereka lakukan pada keponakannya. “Tapi mereka tidak memukulimu ya? Dan yang namanya Bram itu hanya mengancam kamu untuk jauhi Yori. Cuma itu saja.”

“Iya Paman, aku takut.”

Asrofi mulai mengerti. Bram mengambil paksa Yori ketika kencan dengan Inggrid adalah sebuah peringatan terakhir. Dia memperkenalkan dirinya tanpa ragu, itu artinya dia sangat yakin Inggrid tidak akan melapor ke polisi. Lagi pula andaipun Inggrid dipukuli tetap saja tidak akan melapor ke polisi, karena itu akan semakin memalukan.

“Apa orang yang bernama Bram itu menyuruh kamu untuk juga menjauhi Rio?”

“Sama sekali tidak.”

“Sekarang Paman tanya sama kamu. Bagaimana hubungan kamu dengan Rio? Apa hanya urusan kerja atau ada yang lain. Kamu juga tidur dengan dia kan? Dan Rio adalah anak dari Bram.” Asrofi mengangguk-angguk. “Hubungan kalian untuk sementara ini masih aman, tapi Paman minta kamu jauhi Yori dan Rio selamanya.”

“Itu sulit Paman.”

“Kenapa?”

“Karena aku mencintainya?”

“Mencintai siapa?”

“Dua-duanya…”

Ya Tuhan… Asrofi mengeleng-gelengkan kepalanya. “Berhentilah nak, kamu tetap bisa kerja jadi model. Kamu tetap bisa dapat uang banyak, Tapi tak perlu lagi kamu cari tamu.” Asrofi sedih sekali. “Paman mohon nak, berhentilah. Kamu sudah melenceng terlalu jauh.”

Tiba-tiba handphone Inggrid berdering. Ada nama ‘Tukang Singkong’ tertera di handphonenya. “Hallo…”

“Hallo Inggrid kamu tidak apa-apa?”

“Aku tidak apa-apa. Kamu?”

“Aku juga tidak apa-apa. Untuk sementara kita tidak usah ketemu dulu ya… Aku mencintaimu Inggrid. Tapi kita harus berpisah sedikit lebih lama. Ok, sudah dulu…” Yori mematikan handphonenya.

Inggrid mengatur nafasnya agar dia bisa lebih tenang. “Bagaimana dengan foto-foto itu Paman.”

“Inggrid dengar ya, menurut Paman, itu adalah peringatan keras untuk kamu. Mereka langsung membawa Yori dan menyuruh orang untuk membuka baju, lalu difoto dengan kamu yang telanjang, itu sebagai kartu As. Akan dikeluarkan kalau kamu macam-macam lagi. Jadi, Paman mohon, berhentilah sekarang juga.”

Inggrid terdiam.

“Sebaiknya sekarang kamu keluar. Tenangkan diri kamu di taman, sebentar lagi ibu kamu pulang. Nanti Paman menyusul. Kita ngobrol disana.”

“Baik Paman.” Lalu Inggrid mengambil tas kecilnya dan segera keluar.

Lihat selengkapnya