Elegi Masseur

Bisma Lucky Narendra
Chapter #2

Gangga

Gerimis ini baru permulaan, semoga selalu dapat bertahan dengan sisa-sisa mimpi janji semesta.

***

Fellycia tidak ambil pusing dengan pengusiran yang dilakukan ayahnya. Bagaimana ia harus memaksa hatinya untuk menerima perjodohan itu demi ambisi seorang Ayah yang takut miskin.

Fellycia dicoret dari kartu keluarga atas pilihannya itu. Mama tercinta menangis sedih ketika melihat putri semata wayangnya terusir dari rumahnya sendiri.

Fellycia kini menjalani profesi 'masseur' dari Ais, seorang gadis yang dikenalnya di peron saat sama-sama sedang menanti seseorang di stasiun kereta api. Menempati sebuah rumah kontrakan yang letaknya tidak begitu jauh dengan panti pijat, saat ini hidup Fellycia sudah cukup tenang dan mapan untuk melanjutkan kuliahnya kembali.

Ia sudah tidak lagi bergantung pada kucuran dana dari orang tuanya, terutama dari Mamanya yang dengan diam-diam selalu mengisi rekeningnya di setiap awal bulan.

Berbulan-bulan tinggal di Jogja sebagai anak yang terbuang dari keluarga telah membawanya pada satu keyakinan bahwa selama ada kemauan selalu ada jalan. Ia hanya butuh percaya Tuhan itu ada. 

Meski masih dalam kota yang sama, Fellycia merahasiakan tempat tinggalnya saat ini dari siapapun termasuk Mama dan Papanya.

Fellycia baru saja masuk ruang kuliah. Mata kuliah baru saja akan dimulai. Sepasang mata bening Fellycia yang bersembunyi di balik kaca mata transparan menatap dosen yang serius mengajar. 

“Siapa namamu, Nona?” tanya Dosen dengan nada penuh tekanan. 

“Fellycia, Pak.” Suara gadis itu terdengar bergetar. Tatapan setajam mata burung gagak sang dosen membuat nyalinya menciut. 

“Nomor mahasiswa?” Fellycia meraih pena kemudian mencatat deretan angka kemudian di perlihatkan ke Dosen. 

“Silakan tutup pintu kelas dari luar dan temui saya di ruangan setelah makan siang,” lanjut Dosen dengan wajah datar. 

Fellycia membekap mulut yang sontak terbuka dengan tangan. Ia tidak menyangka terlambat lima menit saja membuatnya harus menerima hukuman. 

“Apa ucapan saya kurang jelas?” Dosen maju beberapa langkah sembari terus menatap mahasiswi yang berdiri dengan wajah pasi. Fellycia kesal tapi tak mungkin menuruti hukuman Dosen yang terkenal killer itu.

“Eh, iya, jelas, Pak.” 

“Bagus. Silakan dikerjakan perintah saya.” 

“I-iya, Pak.” Fellycia membalikkan badan lalu menghilang di balik pintu diiringi tatapan prihatin teman-teman sekelasnya. Sepeninggal Fellycia, Dosen kembali membalikkan tubuh menghadap para mahasiswa. 

“Baik, karena ini pertemuan pertama, akan saya beritahukan peraturan di kelas ini.” Lelaki itu menatap wajah-wajah tegang mahasiswanya.

Lihat selengkapnya