Elegi Rinaldo

Falcon Publishing
Chapter #2

Birthday Wishes [2]

Aldo memencet-mencet tombol di kameranya. Sejak tadi, dia selalu saja menyelingi pekerjaannya dengan melihat foto ibunya dan Rahayu.

Foto-foto itu sengaja tidak dia hapus dari kamera. Foto-foto lain berganti setiap memori kameranya penuh, tetapi tidak dengan foto-foto ibunya dan Rahayu, yang dia ambil hanya beberapa jam sebelum peristiwa itu terjadi. Rahayu mengenakan dress cokelat muda. Ibunya mengenakan pakaian berpotongan mirip, tetapi warnanya hitam. Aldo baru sadar betapa sendunya warna pakaian mereka ketika itu. Andai saja dia tahu peristiwa tersebut akan terjadi, mungkin dia akan memaksa mereka mengganti pakaian. Namun, tentu saja di dunia tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi.

Semalam, mimpi itu datang lagi. Sudah kali kesekian semenjak dua tahun ini. Enam bulan terakhir, mimpi buruk itu semakin sering datang. Aldo tidak tahu kenapa. Mungkin karena dia sedang sangat merindukan mereka sehingga dia makin memikirkannya, dan terbawa hingga ke mimpi.

Aldo memencet tombol kameranya lagi, berpindah ke gambar terakhir yang dia ambil. Foto sepiring pempek. Tidak puas dengan hasilnya, Aldo memotret lagi.

Dia berjongkok di depan sebuah meja kayu berkaki rendah. Di atasnya, sepiring pempek abon jambal dalam potongan-potongan kecil tersusun rapi seperti blok-blok domino. Di sebelah barisan pempek, duduk anggun sebuah mangkuk putih kecil berisi cuko. 

Aldo mengatur posisi. Melalui viewfinder Canon EOS 60D yang tertopang mantap dalam genggaman, dia mengamati objek yang akan diabadikannya. Cekrek. Dia melihat hasilnya di layar. Karena belum puas, sekali lagi dia meninting pempek. Cekrek. 

“Udah difoto, Do?” Seorang perempuan gemuk berdiri di sisi meja yang lain. “Kalau udah, ini menu kedua.” Aldo menoleh ke nampan yang dibawa perempuan itu. Dari sudut pandangnya, dia tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam mangkuk dan piring di atas nampan. 

“Bakwan pecel kembang turi,” kata perempuan itu. “Bahan-bahannya nyusul, ya. Foto yang ini dulu aja.” 

Aldo memberi tanda OKE dengan tangan kirinya. Dia mengambil beberapa gambar lagi untuk pempek, kemudian mengangkat piring pempek dan memindahkannya ke meja makan yang terletak hanya beberapa langkah. Perempuan gemuk tadi meletakkan bakwan pecel kembang turi di atas meja kayu rendah. Aldo kembali ke posisinya, berjongkok, dan memotret. Cekrek, cekrek, cekrek.

Dia menurunkan kamera dari wajahnya. Matanya mendelik sesaat ke kalender di dinding dekat meja makan. Tanggal merah. Aldo tidak sadar kalau ini hari Minggu. Tentu saja. Tidak ada bedanya hari Minggu atau hari-hari lain. Tidak ada hari libur buat pekerja lepas seperti dia.

Lihat selengkapnya