Elena Kartini

rudy
Chapter #8

Bab 8 Persiapan

Ada perabotan baru di rumah Elena. Bagi rumah lain perabotan baru barangkali adalah hal yang tidak akan menyita perhatian penghuni rumah, namun rumah Elena beda. Di sebuah dunia yang segalanya terlihat serba mahal bagi mereka, sebuah perabotan baru akan menyita seluruh perhatian Ibu dan Anak itu selama beberapa saat, seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru. 

 

Ibunya membeli sebuah kulkas bekas yang seukuran televisi kecil. Dengan harga yang hampir bisa di sebut tak ada arti. Penjual kulkas yang merupakan tetangga mereka itu berhasil meyakinkan Ibunya bahwa dingin yang di hasilkan kulkas itu masih cukup untuk membuat makanan yang disimpan di dalamnya tahan beberapa hari. Dia mungkin tidak bohong mengenai rasa dinginnya. Akan tetapi pintu kulkas ini agak ajaib. Pintu kulkas itu tidak bisa menutup rapat, setiap kali dia menutup pintunya, dengan perlahan pintunya akan terbuka lagi. Karet penempel yang biasanya berfungsi untuk merekatkan pintu dengan badan kulkas telah rusak, sehingga dia harus membuat tali dari karet untuk mengaitkan pintu kulkas dengan besi di bagian belakang kulkas agar pintunya tidak terbuka. Setiap kali ingin membuka kulkas, tali itu harus di buka dulu. Dan kemudian mengaitkan tali itu lagi agar pintunya dapat menutup dengan rapat. Kulkas kecil itu seperti mengenakan seat belt. Kulkas baru itu dengan segera berbaur dan kompak dengan perabotan lain di rumah Elena yang serba fungsional.

 

Hidup di garis kemiskinan itu bagaikan berjalan di atas seutas tali, harus selalu memperhatikan keseimbangan dan sedikit guncangan dapat membuatnya jatuh terkapar. Bagi orang kaya, hidup itu adalah komedi. Bagi orang miskin, hidup itu adalah tragedi. Terkadang cukup melihat nama seseorang yang muncul di layar ponsel sudah membuat jantung berdegup tidak tenang, persis seperti yang dialami Elena sekarang.

 

Ponselnya berbunyi, dan nama yang tertera di layar adalah Winda. Dia butuh menarik napas tiga kali sebelum menerima telepon itu. Winda adalah orang baik, dia adalah apoteker yang sangat memiliki perhatian kepada Elena. Hanya saja, dengan posisinya sebagai apoteker dia tidak pernah menelepon untuk memberikan kabar baik.

 

“Halo.” Elena menahan napas, rasa tegang menjalar keseluruh tubuhnya, mendirikan seluruh helai bulu halus di tengkuknya.

 

“Halo Len, lu mau pesan obat buat nyokap lu ngga?”

 

“Aduh. Kenapa Win? Mau naik lagi yah?” Hatinya terasa dingin, memikirkan harga obat yang terus naik sementara dia bahkan tidak memiliki waktu sisa untuk mengambil pekerjaan ketiga.

 

“Bukan. Tadi importirnya bilang, ada masalah di bea cukai untuk ijin importnya. Obat ini mungkin akan berhenti masuk selama satu bulan, ada ijin import yang harus diperpanjang, dan akan makan waktu satu bulan untuk urusnya. Lu mending ambil untuk stok dulu Len. Takutnya bulan depan obat ini beneran kosong di pasaran.”

Lihat selengkapnya