Elena Kartini

rudy
Chapter #27

Bab 27 Sakit

Halte kecil itu agak penuh sesak, seluruh orang berhimpitan menunggu hujan mengecil. Elena harus berulang kali bilang permisi sebelum dapat keluar dari pintu halte. Dia langsung membuka payung setelah keluar dari pintu, menyebrang jalan raya dan masuk ke kompleks perumahan Adit.

 

Jalanan basah, namun tidak sulit berjalan di dalam permuahan itu. Aspal di perumahan itu selalu berada dalam keadaan mulus dan bagus. Ini adalah jalan perumahan yang tidak pernah tersentuh oleh truk besar yang kelebihan muatan.

 

Dia membuka gerbang, kemudian pintu rumah, dan langsung berjalan ke arah dapur. Dari seluruh rumah ini, dan dari sekian seringnya Elena masuk ke rumah ini, bagian dapur dan ruang makan inilah yang menjadi tempatnya menghabiskan waktu sambil menunggu Adit siap.

 

Seperti biasa, tak ada tanda- tanda lembu itu sudah bangun.

 

“ADIIIT.” Dan seperti biasa, tak ada yang menyahut. Panggilan pertama selalu hanya pemanasan, seperti pencuci mulut sebelum makanan utama.

 

“ADIIITTT !”

 

Elena mulai menurunkan wajan aluminium dan sebuah sendok besar. Bahkan kerbau akan lari tunggang langgang mendengar gaung suara dari wajan aluminium ini. Selama ini Elena selalu cemas jika suatu saat tetangga Adit akan datang dan marah akibat terganggu suara wajan itu, namun itu tak pernah terjadi. Sepertinya dinding yang memisahkan rumah cukup tebal untuk meredam suara dari rumah sebelah. Wajah Elena mengernyit ketika tangannya yang memegang sendok besar bergerak untuk memukul wajan, seolah yang di tangannya itu adalah petasan.

 

DAAANG !! Wajan itu berbunyi bagaikan kaleng kosong yang di pukul dengan keras. Bergema dan luar biasa keras, bagaikan guntur yang dahsyat. Dan ini adalah menu utama untuk membangunkan Adit. Cara yang sopan kurang efektif untuk membangunkan kerbau.

 

Namun tidak ada tanda- tanda kehidupan di dalam rumah itu, hanya suara pintu lemari yang dibuka dan ditutup oleh Elena. Tidak ada suara pintu kamar yang di buka dan di banting. Setelah lima menit menunggu Elena mulai heran, juga cemas. Bunyi wajan itu tidak pernah gagal sebelumnya.

 

“Diit.” Elena mengetuk pintu kamar Adit. Tidak terdengar suara apapun. Dia menempelkan telinga ke daun pintu, tidak ada tanda- tanda kehidupan di balik pintu itu. Elena sekarang mulai takut. Dia mencoba memutar gagang pintu dan mengintip ke dalam. Dia melihat Adit masih terbaring di atas kasur, seluruh tubuhnya di balut selimut tebal. Kamar itu terasa dingin oleh AC yang dinyalakan semalaman.

 

Masih tidur, bahkan suara wajan tak cukup untuk membangunkannya untuk sekali ini. Napasnya teratur namun berat, dan bibirnya kelihatan pucat. Mata Adit sedikit terbuka saat Elena memegang dahinya.

 

“Gak enak badan gue Len.” Adit berkata lirih.

Lihat selengkapnya