Bagas sekarang sedang di depan pintu latihan khusus. Tempat latihan dengan kesulitan lebih dari yang lain, yang sengaja di rancang untuk dia dan Chika. Ada rasa ragu dalam hatinya membuka pintu itu, terlebih di dalam tidak ada suara. Agrhh, geram Bagas sebelum akhirnya membuka pintu. Bagas mengelilingi ruang latihan itu mencari Chika.
'ke mana dia?’ batin Bagas yang kembali ke tempatnya semula. Segera Bagas meraih hpnya dan menghubungi Chika.
Tut, telephon tersambung. “Di mana?” Tanya Bagas langsung tanpa salam, tanpa pembuka.
“Kamar.” Singkat, jelas, padat. Dan dari suara yang di dengar Bagas jelas bahwa Chika baru bangun. Sambungan telephon terputus setelah satu kata itu. Lalu Bagas melihat jam yang ada di hpnya, jam delapan pagi. Ini memang terlalu cepat untuk Chika untuk beraktivitas. Bagas merasa bodoh karena tidak melihat jam dulu sebelum mencari Chika, padahal dua sudah sangat hafal kebiasaan Chika dari membuka mata sampai tidur lagi.
Beda dengan dirinya yang merupakan mantan anggota TNI AD yang disiplin dengan jadwal, Chika kebalikannya. Chika hanya memiliki kebiasaan berbeda dengan kebanyakan orang. Dia bisa menjadi burung hantu yang terjaga di malam hari, bisa menjadi beruang yang berhibernasi, bahkan bisa jadi makhluk yang bisa tahan berhari-hari tanpa tidur.
Karena sekarang masih jamnya Chika tidur, Bagas memilih untuk pergi ke kantin. Dia belum sarapan meski hari sudah sesuang ini. Salad, telur, roti, segelas susu, dan sebotol air, menjadi sarapannya pagi ini. Seperti semalam, bahas duduk di kursi pojok. Hujan kemarin membuat bunga-bunga lebih terlihat berwarna, tapi tanah jadi sangat becek dan ada banyak genangan di sana-sini.
Makan sambil menikmati pemandangan adalah salah satu kegiatan favoritnya dua tahun terakhir. Kegiatan ini di mulai saat dia mengenal Ui, gadis pelukis yang mampu menggetarkan hatinya dan sampai sekarang masih bertahta di singgah sana hatinya.