***
Tidak ada sesuatu yang spesial pada diri Riani. Setiap kali Riani pergi dan pulang sekolah, tidak ada alasan bagi orang asing untuk memperhatikannya lekat-lekat. Penampilan Riani biasa-biasa saja, tidak menarik perhatian, tidak mencolok. Sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari Riani. Riani sendiri cukup bahagia dengan kehidupannya itu.
Riani pulang pergi sekolah seperti biasanya. Sibuk dengan pekerjaan rumah maupun bantu-bantu mengurusi rumah. Setiap hari bercengkrama dengan teman-teman sekolahnya di sekolah maupun lewat internet. Riani bukan murid yang super populer, tapi Riani punya “geng”nya sendiri. Amel teman sebangkunya yang menyukai budaya populer Korea. Kayla si penggila foto yang duduk di depannya. Teman sebangku Kayla, Devi, yang menyukai musik-musik dari grup rap antah berantah. Karena tempat duduk mereka berempat yang berdekatan, mereka sering berinteraksi sejak awal tahun ajaran baru sehingga menjadi akrab. Semua tugas kelompok mereka kerjakan bersama. Setiap jam istirahat siang mereka habiskan dengan makan bekal sama-sama sambil mengobrol. Tentu saja obrolan yang mereka lakukan lebih sering tanpa tujuan. Kesukaan mereka berbeda-beda, itulah mengapa.
Di depan gengnya, Riani dikenal suka mengoleksi quote. Riani mengumpulkan quote yang dia anggap keren dari internet, kemudian dia pajang sebagai wallpaper hapenya. Namun Riani – yang gampang terpengaruh oleh apa yang dia baca sehingga menganggap 90% quote yang ditemuinya keren – akhirnya mengganti wallpaper hapenya setiap tiga hari sekali. Membaca quote baru yang jadi wallpaper hape Riani sudah menjadi semacam ritual sebelum makan siang diantara gengnya. Teman-teman Riani sudah hapal dengan ritme Riani. Setiap makan siang hari Senin dan Kamis selalu dimulai dengan “ada yang baru?”.
Awal-awal mengetahui kebiasaan Riani, teman-teman Riani menggodanya. Tapi pada akhirnya mereka ikut-ikutan. Amel memamerkan lirik lagu kpop yang dianggapnya “dalam”, tentu saja liriknya sudah dibahasaindonesiakan. Devi melakukan hal yang sama seperti Amel. Kayla selalu minta dibuatkan caption foto oleh teman-temannya sebelum memposting foto jepretannya ke sosial media.
Pada akhirnya, kesukaan mereka yang berbeda-beda itu disatukan oleh quote. Setidaknya begitulah kelihatannya. Teman-teman Riani tidak tahu. Jauh di lubuk hatinya, Riani ingin membuat puisinya sendiri. Riani ingin menulis puisi yang akan dipajang sebagai wallpaper di hape orang-orang. Di dalam kamar tidurnya ketika tidak ada mata memandang, Riani mengeluarkan sebuah buku tulis yang telah disimpannya semenjak Riani menginjak kelas empat SD, tujuh tahun yang lalu. Buku tulis itu berisi puisi-puisi yang ditulis Riani, tapi tidak pernah ditunjukkannya ke orang lain. Kadang-kadang Riani menulis puisi, tapi akhir-akhir ini Riani lebih sering membaca ulang apa yang telah ditulisnya. Riani bingung hendak menulis apa. Quote-quote puitis yang dikumpulkannya lewat internet jauh lebih bagus daripada puisi buatan Riani. Riani merasa lelah menulis puisi panjang-panjang, ketika quote-quote pendek di internet lebih memberikan dampak daripada tulisannya sendiri. Ingin menunjukkan puisi buatannya, Riani merasa tidak percaya diri. Puisi yang ditulis Riani panjang-panjang, tidak cocok jadi pajangan di hape. Dulu sekali Riani pernah mencoba memposting puisi buatannya di internet, sebuah puisi empat belas baris, yang tidak dipahami orang-orang. Tidak ada yang berkomentar, tidak ada yang memberi masukan. Akhirnya Riani merasa terkalahkan. Semenjak itu tidak pernah lagi Riani membagikan tulisannya. Bagi Riani, tulisannya terlalu jelek untuk dilihat orang. Riani menyimpan tulisannya untuk dirinya sendiri. Membagikan quote puitis buatan orang lain ke teman-temannya sudah cukup membahagiakan Riani. Tapi tetap saja Riani ingin menulis quote-nya sendiri. Mungkin suatu hari nanti, pikir Riani, ketika dirinya sudah lebih berani.
***
Hari Minggu malam. Riani sedang menjelajah internet untuk mencari quote dari hapenya sembari menunggu mengantuk. Sambil berbaring di atas kasur, jempolnya lancar bermanuver dari satu postingan ke postingan lainnya.
Sebenarnya selama ini Riani tidak terlalu memperhatikan darimana atau siapa pembuat quote-quote yang diambilnya itu. Memang ada satu dua nama akun sosial media yang Riani kenal. Tapi selebihnya random. Asalkan banyak yang me-like postingan tersebut bisa dipastikan postingannya muncul di bawah radar Riani.
Akhir-akhir ini ada akun yang sering mampir di laman rekomendasi Riani. Setelah Riani cek, akun tersebut memang menulis puisi, tapi Riani tidak merasa puisi buatan akun tersebut layak dijadikan wallpaper hape. Format penulisannya yang lumayan panjang, bagi Riani, menghabiskan banyak ruang di layar hape. Postingan akun tersebut tidak memiliki like sama sekali.