Langkah getir keluarga kecil Sanadi menuju ruangan mayat di sebuah rumah sakit terdekat. Doa tak putus mereka rapalkan. Kendati mata tak bisa berbohong. Meski berusaha tetap tenang dan tabah, kedua mata mereka menyiratkan sebuah luka yang dalam. Padahal kebenaran soal mayat tersebut belum mereka pastikan, tetapi hati kecil telah menghantarkan ribuan getaran kekhawatiran.
Sebelum mereka menemui mayat tersebut, mereka dipersilakan oleh pihak rumah sakit untuk mengenali barang-barang yang dipakai oleh korban saat ditemukan meninggal dunia. Sanadi, Danar, Aminah, dan Nana pun dihadapkan sejumlah barang milik jenazah tersebut. Ada barang berupa celana, baju kaus, kemeja kotak-kotak, dan juga gelang berwarna hitam.
Tangan tua Aminah bergetar menunjuk celana berwarna abu-abu yang teramat ia kenali. Mulutnya bergetar hebat, tak bisa menyuarakan apapun dari sana. Sanadi merangkul istrinya, menepuk lengan atas Aminah beberapa kali untuk menenangkan.
"Prasangka baik aja, Bu. Celana kan banyak yang s-sama," ucap Sanadi berusaha menghalau air matanya yang akan jatuh. Gemuruh hatinya ia tekan kuat-kuat dengan memantapkan pijakannya pada lantai.
Nana menghampiri barang-barang yang di atas meja, memperhatikan gelang itu dengan saksama. Seketika Nana menangis, pilu sekali. Danar langsung sigap membawa adiknya lebih menjaga jarak dari meja itu.
"Kenapa, Na? Bukan punya Efan itu. Sama aja," ucap Danar sedikit mengguncang badan adiknnya.
Nana tetap menangis sambil menujuk ke arah gelang hitam itu. "I-itu g-gelang aku, M-mas."
Flashback
Seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun sedang memandang penampilannya di depan cermin. Remaja perawakan sedang, berkulit putih, dan paras rupawan itu mengenakan kemeja hitam putih yang ia ambil dari dalam lemari. Remaja itu adalah Efandy Zainal. Baru duduk di kursi SMA kelas 1 tahun ini.
Efan keluar dari kamarnya setelah memakai parfume secukupnya. Sebelum keluar dari rumah, Efan menyempatkan memasuki kamar kakaknya. Di sana Nana sekarang duduk di dekat jendela sambil menjahit pakaian.
"Kak, pinjam gelang dong."
Nana mendongkak melihat kehadiran adiknya. "Gelang yang mana?"